Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Bandung - Tim peneliti dari Telkom University Bandung membuat alat sekaligus sistem pengukuran perkembangan anak di bawah usia lima tahun atau balita. Perangkat yang dinamakan e-Growth Chart Monitoring System itu merekam berat dan tinggi balita dalam sekali ukur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Otomatis sistem akan memberikan hasil kategori tinggi dan berat badan berdasarkan chart tumbuh kembang bayi dan balita,” kata ketua tim, Husneni Mukhtar, lewat keterangan tertulis, Rabu, 20 Juli 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Ide awal perangkat itu, yang dikembangkan sejak 2020, adalah membantu kader Posyandu ketika mengukur tumbuh kembang bayi dan balita. Pembuatan teknologi tepat guna itu melibatkan lintas bidang keilmuan Teknik Elektro, Instrumentasi Biomedis, serta Desain Industri.
Tim intinya yaitu Husnaeni bersama Dien Rahmawati, dan Willy Anugrah Cahyadi. Mereka telah membagikan sebanyak 36 unit perangkat alat itu ke 36 desa di Kabupaten Bandung. Sosialisasinya melibatkan dosen dari Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran di bidang kesehatan masyarakat.
Adapun untuk pembuatan alatnya, universitas bermitra dengan sebuah perusahaan yang memiliki riwayat sebagai produsen pembuat sistem penimbangan untuk bayi dan balita. Hak paten sistem dan desain industrinya menurut Husnaeni, telah didaftarkan pada 2020 dan 2021.
Rencananya tim akan mengembangkan alat itu untuk meningkatkan kemampuannya pada EGCMS v.3.0. Mereka akan melengkapinya dengan sistem manajemen data berbasis Internet of Things atau IoT. Tujuannya untuk mempermudah penggunaan sehingga membantu proses pengumpulan data maupun pemantauan dari Puskesmas atau Dinas Kesehatan.
Sekarang tim berkolaborasi dengan tim riset dari Fakultas Keperawatan serta Teknologi Pangan Unpad dan sebuah mitra industri lainnya. “Harapannya, inovasi ini dapat memberikan kontribusi dalam membantu program pemerintah menekan angka stunting secara efisien dan optimal,” kata Husneni.
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar 2018, tercatat 18 provinsi di Indonesia memiliki prevalensi 30-40 persen angka stunting alias cukup tinggi. Khusus di Jawa Barat, tercatat ada 29.9 persen atau 2,7 juta balita mengalami stunting.
Menurut World Health Organization atau WHO, stunting adalah gangguan perkembangan pada anak yang disebabkan oleh gizi buruk, infeksi yang berulang, dan simulasi psikososial yang tidak memadai.