Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Penelitian terbaru mengungkap bahwa dinosaurus dari kelompok Alvarezsauridae memiliki struktur tulang berongga yang menyerupai burung modern. Temuan ini memperkuat dugaan bahwa adaptasi pernapasan melalui sistem rongga udara dalam tulang sudah berkembang jauh sebelum burung berevolusi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Studi ini dipublikasikan dalam jurnal ilmiah PLOS One dan dipimpin oleh Museum Ilmu Pengetahuan Alam Patagonia di Roca, Argentina, bekerja sama dengan peneliti dari Argentina dan Cina.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Melalui pemindaian CT scan pada fosil tulang belakang, para ilmuwan menemukan adanya rongga-rongga yang saling terhubung dan diduga berkaitan dengan sistem pernapasan internal. Struktur ini sangat mirip dengan pola yang ditemukan pada burung masa kini, meskipun bentuk dan ukuran tulangnya berbeda.
“Studi ini adalah langkah awal penting yang membuka jalan bagi riset selanjutnya untuk mengungkap sejauh mana pneumatisitas menyebar di antara alvarezsauridae dan implikasinya terhadap evolusi makro,” kata J. G. Meso dari Museum Ilmu Pengetahuan Alam Patagonia, dikutip dari Earth.com, Selasa, 8 April 2025.
Pneumatisitas, atau kehadiran rongga udara dalam tulang, merupakan salah satu ciri khas kerangka burung yang memungkinkan mereka terbang dengan lebih efisien. Rongga ini berperan dalam mengurangi massa tubuh, mengatur suhu, dan meningkatkan efisiensi pernapasan. Temuan pada dinosaurus theropoda ini mengisyaratkan bahwa adaptasi tersebut mungkin telah muncul jauh lebih awal dan menyebar luas di berbagai garis keturunan dinosaurus.
Salah satu temuan paling mencengangkan berasal dari bagian ekor fosil. Para peneliti menemukan rongga udara bahkan hingga ke segmen tengah ekor, yang sebelumnya jarang diamati. Biasanya, para ahli hanya meneliti bagian leher dan dada dalam mencari jejak kantung udara. Hal ini menimbulkan pertanyaan baru mengenai sejauh mana sistem pernapasan kompleks ini berperan dalam pergerakan dan metabolisme dinosaurus.
Selain itu, penelitian ini juga menunjukkan adanya variasi pola rongga udara yang tidak konsisten antar spesimen, bahkan dalam jenis tulang yang sama. Distribusi yang tidak merata ini mengindikasikan bahwa pembentukan rongga udara mungkin tidak mengikuti jalur evolusi yang linier dan bisa jadi dipengaruhi oleh faktor internal lain seperti jalur pembuluh darah.
Para peneliti menyebut bahwa teknologi pencitraan seperti CT scan akan terus memainkan peran penting dalam riset paleontologi. Dengan menganalisis lebih banyak fosil dari berbagai keluarga dinosaurus, ilmuwan berharap bisa mengungkap apakah adaptasi tulang berongga ini muncul secara independen dalam beberapa garis keturunan, dan bagaimana fitur ini memengaruhi kehidupan sehari-hari dinosaurus, termasuk predator maupun pemakan bangkai.
Jika terbukti luas dan berulang, temuan ini dapat mengubah pemahaman kita tentang bagaimana dinosaurus berkembang dan beradaptasi di lingkungannya yang beragam. Selain itu, para ahli membuka kemungkinan bahwa struktur tulang berongga semacam ini juga bisa ditemukan pada spesies lain di luar dinosaurus, memperluas cakrawala penelitian evolusi vertebrata di masa mendatang.