Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sains

Tur Duka Paus Orca Berakhir, Ini Kata Peneliti LIPI

Menurut peneliti LIPI, Sekar Mira, tur duka paus orca umum dijumpai, bahkan tidak terkhusus paus orca saja, namun termasuk mamalia laut lainnya.

14 Agustus 2018 | 10.46 WIB

Sejumlah paus Orca berenang dekat pantai saat berburu singa laut di Punta Norte, Valdes Peninsula, Argentina, 17 April 2018. Paus orcas setiap tahunnya berburu pada bulan Maret dan April berburu singa laut muda yang sedang belajar berenang. AP
Perbesar
Sejumlah paus Orca berenang dekat pantai saat berburu singa laut di Punta Norte, Valdes Peninsula, Argentina, 17 April 2018. Paus orcas setiap tahunnya berburu pada bulan Maret dan April berburu singa laut muda yang sedang belajar berenang. AP

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Induk paus orca, yang dijuluki J-35, telah kembali normal, setelah membawa bayinya yang sudah tewas setidaknya 17 hari dan mengarungi lautan sejauh 1.600 kilometer.

Baca: Setelah 17 Hari Bawa Jasad Anaknya, Paus Orca Akhiri Tur Duka
Baca: Perjalanan Pilu Induk Paus Orca

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Pada Sabtu lalu, 11 Agustus 2018, induk paus itu terlihat mengejar salmon dan tidak lagi membawa bayinya di dekat Kepulauan Vancouver, Kanada. Induk yang dikenal juga sebagai Tahlequah itu terlihat sehat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

"Tur dukanya sudah berakhir dan perilakunya sangat lincah," menurut pernyataan di situs web Pusat Penelitian Paus (Center for Whale Research), sebagaimana dikutip NPR akhir pekan lalu.

Peneliti mamalia laut dari Loka Pengembangan Kompetensi Sumber Daya Manusia Oseanografi (LPKSDMO) Pusat Penelitian Oseonografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Sekar Mira menjelaskan bahwa peristiwa itu merupakan hal yang biasa.

"Itu bukan sesuatu yang aneh, tapi ya karena tidak selalu teramati jadi memang terdengar istimewa. Mamalia laut itu memiliki hubungan emosional satu sama lain," ujar Sekar saat dihubungi melalui pesan singkat, Senin, 13 Agustus 2018.

Paus berusia 20 tahun ini melahirkan anak perempuan di perairan terpencil dekat Puget Sound, Washington pada 24 Juli dan hanya bertahan hidup sekitar 30 menit.

Anak perempuan Tahlequah menderita malnutrisi karena diduga kuat sumber makanan utama, salmon Chinook tidak cukup tersedia. Selain itu, perairan tempat paus itu hidup telah tercemar.

Menurut Sekar, peristiwa itu umum dijumpai, bahkan, tidak terkhusus oleh paus pembunuh atau orca saja, termasuk mamalia laut lainnya. "Mamalia laut memang dikenal dan diketahui sebagai makhluk yang berinteligensia tinggi dan memiliki struktur sosial," lanjut Sekar.

Di kelompok lumba-lumba, kata Sekar, jika ada anggota kelompoknya yang mati pun biasanya mereka mengusung jenazahnya hingga beberapa hari. Mereka secara bergantian dengan kawanannya mengusung satu jenazah temannya itu.

Kedekatan sosial mamalia laut penting untuk diketahui. Menurut Sekar, untuk menyelamatkan mamalia laut yang terdampar dalam kasus ibu-anak maupun massal, peneliti membutuhkan teknik tertentu.

Sekar juga menceritakan kasus lain yang menurutnya menarik, bahwa pernah ada nelayan di Kalimantan Timur mengakui didorong oleh lumba-lumba atau pesut saat kapalnya tenggelam.

"Dalam kondisi setengah sadar nelayan itu merasa ada yang terus mendorongnya ke tepian hingga esok hari tersadar dia sudah ada di pantai," tambah Sekar. "Sejak saat itu ia selalu merasa lumba-lumba atau pesut adalah saudaranya, sampai bapak ini mendukung penuh upaya perlindungan mamalia laut di sana."

Simak artikel lainnya tentang paus orca atau paus pembunuh di kanal Tekno Tempo.co.

Erwin Prima

Erwin Prima

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus