Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Induk paus orca, yang dijuluki J-35, telah kembali normal, setelah membawa bayinya yang sudah tewas setidaknya 17 hari dan mengarungi lautan sejauh 1.600 kilometer.
Baca: Setelah 17 Hari Bawa Jasad Anaknya, Paus Orca Akhiri Tur Duka
Baca: Perjalanan Pilu Induk Paus Orca
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada Sabtu lalu, 11 Agustus 2018, induk paus itu terlihat mengejar salmon dan tidak lagi membawa bayinya di dekat Kepulauan Vancouver, Kanada. Induk yang dikenal juga sebagai Tahlequah itu terlihat sehat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Tur dukanya sudah berakhir dan perilakunya sangat lincah," menurut pernyataan di situs web Pusat Penelitian Paus (Center for Whale Research), sebagaimana dikutip NPR akhir pekan lalu.
Peneliti mamalia laut dari Loka Pengembangan Kompetensi Sumber Daya Manusia Oseanografi (LPKSDMO) Pusat Penelitian Oseonografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Sekar Mira menjelaskan bahwa peristiwa itu merupakan hal yang biasa.
"Itu bukan sesuatu yang aneh, tapi ya karena tidak selalu teramati jadi memang terdengar istimewa. Mamalia laut itu memiliki hubungan emosional satu sama lain," ujar Sekar saat dihubungi melalui pesan singkat, Senin, 13 Agustus 2018.
Paus berusia 20 tahun ini melahirkan anak perempuan di perairan terpencil dekat Puget Sound, Washington pada 24 Juli dan hanya bertahan hidup sekitar 30 menit.
Anak perempuan Tahlequah menderita malnutrisi karena diduga kuat sumber makanan utama, salmon Chinook tidak cukup tersedia. Selain itu, perairan tempat paus itu hidup telah tercemar.
Menurut Sekar, peristiwa itu umum dijumpai, bahkan, tidak terkhusus oleh paus pembunuh atau orca saja, termasuk mamalia laut lainnya. "Mamalia laut memang dikenal dan diketahui sebagai makhluk yang berinteligensia tinggi dan memiliki struktur sosial," lanjut Sekar.
Di kelompok lumba-lumba, kata Sekar, jika ada anggota kelompoknya yang mati pun biasanya mereka mengusung jenazahnya hingga beberapa hari. Mereka secara bergantian dengan kawanannya mengusung satu jenazah temannya itu.
Kedekatan sosial mamalia laut penting untuk diketahui. Menurut Sekar, untuk menyelamatkan mamalia laut yang terdampar dalam kasus ibu-anak maupun massal, peneliti membutuhkan teknik tertentu.
Sekar juga menceritakan kasus lain yang menurutnya menarik, bahwa pernah ada nelayan di Kalimantan Timur mengakui didorong oleh lumba-lumba atau pesut saat kapalnya tenggelam.
"Dalam kondisi setengah sadar nelayan itu merasa ada yang terus mendorongnya ke tepian hingga esok hari tersadar dia sudah ada di pantai," tambah Sekar. "Sejak saat itu ia selalu merasa lumba-lumba atau pesut adalah saudaranya, sampai bapak ini mendukung penuh upaya perlindungan mamalia laut di sana."
Simak artikel lainnya tentang paus orca atau paus pembunuh di kanal Tekno Tempo.co.