Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, San Fancisco - Pada hari Minggu, 7 Januari 2018, orang-orang Aljazair yang tinggal di Gurun Sahara mendapati diri mereka berada di musim dingin dengan salju setinggi hingga 16 inci (40 sentimeter) menutupi bukit pasir. Kejadian langka ini baru terjadi tiga kali dalam 37 tahun terakhir di dekat kota Ain Sefra di Aljazair.
Baca: Salju Setebal 40 Sentimeter Muncul di Gurun Sahara
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Bukit pasir merah khas yang membentang sejauh mata memandang berselimut putih. Ini bertepatan dengan cuaca ekstrem di belahan dunia lain. Pantai timur Amerika Serikat terus menghadapi badai musim dingin, sementara Sydney, Australia, menghadapi suhu terpanas dalam hampir 80 tahun pada 116,6 derajat Farenheight.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Tekanan tinggi di Eropa menyebabkan udara dingin ditarik ke Afrika utara dan masuk ke Gurun Sahara. Massa udara dingin ini naik 3.280 kaki (1.00o meter) ke ketinggian Ain Sefra, sebuah kota yang dikelilingi oleh Pegunungan Atlas, dan mulai terbenam pada hari Minggu pagi.
Ain Sefra, yang dikenal sebagai "pintu gerbang ke padang pasir" memiliki suhu rata-rata 99,7°F selama bulan Juli, membuat penduduk setempat lebih terbiasa mengelola panas yang ekstrem daripada salju. Tidak mampu mengelola salju di jalan, mobil dan bus terdampar di jalan saat mereka menjadi dingin. Sayangnya, salju tidak bertahan lama karena suhu naik hingga 42°F menjelang sore.
Kota Gurun Sahara, Ain Sefra, telah mengalami tiga kejadian salju dalam 37 tahun terakhir dengan dua salju terakhir hadir berturutan (1979, 2016, dan 2017).
Trevor Nace, seorang ahli geologi, dalam tulisannya di Forbes menyebutkan bahwa dalam beberapa dekade dan abad yang akan datang, kita bakal dapat menemukan Gurun Sahara menjadi padang rumput subur seperti dulu.
Penelitian menunjukkan bahwa Afrika bagian utara di mana Sahara saat ini berlokasi, pernah dihiasi dengan danau besar, vegetasi, hewan, dan permukiman manusia. Periode ini, yang dikenal sebagai Periode Humid Afrika (berlangsung sekitar 15.000 sampai 5.000 tahun yang lalu) berasal dari Afrika utara yang kita kenal sekarang.
Tampaknya sekitar 5.500 tahun yang lalu, kelembaban di Afrika utara tiba-tiba terputus, yang mengakhiri periode lembab.
Penelitian terus berlanjut mengenai mengapa dan bagaimana suburnya Afrika bagian utara tiba-tiba menjadi Gurun Sahara. Satu hal yang jelas, peralihan antara lembab dan gersang bisa mendadak. Apakah kita berada di ambang periode lembab Afrika lainnya? Tidak ada yang tahu pasti, tapi kemungkinan akan menjadi fokus studi penelitian lanjutan dan harapan bagi banyak negara Afrika utara.
FORBES | DAILY MAIL