Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sains

UI Ciptakan SPAH, Teknologi Mengubah Air Hujan Menjadi Air Minum

Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia (SIL UI) melakukan riset terhadap pemanfaatan air hujan agar bisa dikonsumsi oleh masyarakat.

14 Maret 2022 | 12.01 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta -  Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia (SIL UI) melakukan riset terhadap pemanfaatan air hujan. Riset ini merupakan flagship dan mendapatkan pendanaan dalam program Prioritas Riset Nasional (PRN) di bawah koordinasi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tim SIL UI yang diketuai oleh Hayati Sari Hasibuan menerapkan teknologi Sistem Pemanenan Air Hujan (SPAH) sebagai upaya pemenuhan air bersih. SPAH merupakan metode atau teknologi yang digunakan untuk mengumpulkan air hujan yang berasal dari atap bangunan, permukaan tanah, jalan atau perbukitan batu dan dimanfaatkan sebagai sumber suplai air bersih.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sari menjelaskan bahwa air hujan meminimalisasi dampak lingkungan karena penggunaan instrumen seperti atap rumah, tempat parkir, taman, dan lain-lain dapat menghemat pengadaan instrumen baru. “Dengan meresapkan kelebihan air hujan ke tanah, volume banjir di jalan-jalan perkotaan dapat berkurang,” ujar dosen Sekolah Ilmu Lingkungan UI ini seperti dilansir di laman resmi UI pada Senin, 14 Maret 2022.

SPAH meliputi tempat menangkap hujan (collection area), saluran air hujan yang mengalirkan air hujan dari tempat menangkap hujan ke tangki penyimpanan (conveyance), filter, reservoir (storage tank), saluran pembuangan, dan pompa. Area penangkapan air hujan dan bahan yang digunakan memengaruhi efisiensi pengumpulan dan kualitas air hujan. Bahan-bahan yang digunakan untuk menangkap air hujan harus aman dan mampu menjaga kualitas air hujan. Umumnya, bahan yang digunakan anti karat, seperti alumunium, besi galvanis, beton, atau fiberglass shingles.

Tim SIL UI membangun instalasi SPAH di dua kampung nelayan Kelurahan Kalibaru, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara, yaitu RW/01 dan RW/15. Kegiatan ini berlangsung selama Oktober–Desember 2021. Program ini disambut baik oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, meliputi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Dinas Lingkungan Hidup, Walikota Jakarta Utara, dan SDGs Center Jakarta. Dalam program tersebut, turut terlibat mahasiswa SIL UI yang melaksanakan pengabdian masyarakat (pengmas) berupa edukasi rain water harvesting (RWH) yang didanai UI.

SPAH dipilih sebagai upaya pemenuhan air bersih karena dapat dilakukan dengan mudah menggunakan bahan dan alat yang terjangkau. Alat dan bahan yang digunakan secara komunal meliputi tangki air atau tandon 2000 liter, pipa, talang, stop kran, bola plastik, serta dakron atau kertas penyaring. SPAH juga dapat dilakukan secara individu dalam skala rumah tangga dengan menggunakan alat dan bahan sederhana, seperti galon air minum ataupun ember sebagai wadah penampung air hujan.

“Dalam proses memanen air hujan, kebersihan tandon perlu diperhatikan. Jika melewati musim kemarau, harus dilakukan pembuangan air pertama selama 15–20 menit untuk membersihkan saluran pipa dari kotoran di atas atap. Jika curah hujan sedikit, pengguna harus membersihkan atap dan mengecek kondisi dakron. Pemeliharaan dan perawatan SPAH ini dilakukan secara berkala bergantung pada musim hujan,” kata Sari.

Sari berharap pemanfaatan SPAH di Cilincing dapat menggantikan kebutuhan warga akan pipa air karena air hujan memiliki banyak manfaat. Selain memenuhi kebutuhan air bersih, pengmas SIL UI juga berupaya menurunkan angka stunting pada warga di pesisir Cilincing.

“Air hujan memiliki manfaat untuk kesehatan bagi masyarakat karena membatu regenerasi sel. Penggunaan air hujan juga mengurangi biaya air berbayar dan penggunaan air tanah. SPAH juga diharapkan memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat nelayan sehingga air bersih yang dikonsumsi dapat menurunkan angka stunting di Kalibaru,” katanya. 

Salah satu ancaman serius terhadap pembangunan kesehatan, khususnya pada kualitas generasi mendatang, adalah stunting. Rata-rata angka stunting di Indonesia sebesar 37,2 persen. Menurut standar WHO (World Health Organization), persentase ini termasuk kategori berat. Oleh karena itu, Sari mengatakan SPAH diharapkan dapat mengatasi permasalahan ini, terutama bagi masyarakat di pesisir Jakarta. 

Baca juga: 

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus