Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Observatorium Timau di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), akan diuji coba pada 2024. Menurut Profesor Riset Astronomi dan Astrofisika Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) Thomas Djamaluddin, pada awal tahun ini ditargetkan pemasangan cermin utama dan ketiga. “Ditargetkan paling lambat pertengahan 2024 ini sudah bisa diujicobakan,” katanya Jumat 27 Januari 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di acara daring Dialog, Obrolan, Fakta Ilmiah Populer dalam Sains Antariksa itu, Thomas mengatakan teleskop dengan diameter 3,8 meter itu merupakan yang terbesar di Asia Tenggara. Perhatian astronom Indonesia kini fokus pada tahap penyelesaian observatorium baru itu. "Kemudian nanti akan merencanakan riset astronomi dengan teleskop di Timau," ujarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Riset astronomi, menurutnya, tidak hanya oleh peneliti di BRIN tapi juga mengajak kolaborasi dengan perguruan tinggi di Indonesia dan para mitra internasional. Pengamatannya bisa diarahkan ke langit utara dan khususnya langit selatan yang belum banyak dieksplorasi. “Karena sebagian besar observatorium berada di belahan utara,” ujar Thomas.
Thomas berharap Observatorium Nasional di Timau bisa lebih menggairahkan riset astronomi di Indonesia di berbagai perguruan tinggi. Teleskop utamanya digunakan untuk pengamatan obyek-obyek yang redup seperti bintang, asteroid, satelit planet, komet, dan eksoplanet atau planet di luar tata surya. Fasilitas fotometri atau pengukuran perubahan cahaya bintang dinilai sangat baik untuk pengamatan obyek yang cahanya tiba-tiba terang. “Misalkan supernova atau ada ledakan di bintang,” ujarnya.
Pembangunan Observatorium Nasional Timau yang dirintis sejak 2017, melibatkan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) yang kemudian bergabung ke BRIN, Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Nusa Cendana, Pemerintah Kabupaten Kupang, dan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur. Berbeda dengan teleskop model lama, teleskop selebar 3,8 meter itu berupa rangkaian cermin.
Teleskop buatan Nishimura.Co.Ltd Jepang itu merupakan kembaran dari teropong Okayama Observatory yang berafiliasi dengan Kyoto University, Jepang. Teleskop Seimei sebutannya, selesai dipasang pada 2017-2018. Teleskop itu berupa cermin primer berbentuk hiperbola dengan 18 bagian seperti kelopak bunga, dan dikelilingi rangka yang disebut struktur laba-laba.
Di bagian depan cermin besar itu dipasang cermin-cermin sekunder dan tertier dengan ukuran yang lebih kecil. Teleskop itu ditempatkan di atas lingkaran pilar beton dan penguatnya yang berbentuk cincin. Seperti bentuknya yang terkesan rumit, gerakan otomatis belasan cermin dengan banyak sensor itu pun kompleks untuk mempertahankan kelengkungan cermin. Artinya ada 18 cermin yang harus diatur posisinya, tidak hanya maju mundur tapi kemiringannya juga harus tepat agar teleskop bisa mengarah tepat pada obyek langit yang akan dituju.
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.