Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Uji klinis vaksin virus corona COVID-19 dimulai di Kaiser Permanente Washington Health Research Institute di Seattle, Amerika Serikat, Senin 16 Maret 2020. Uji yang didanai National Institutes of Health itu masih dalam tahap awal yang mencari dasar untuk uji yang lebih besar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di Seattle, sebanyak 45 sukarelawan muda dan sehat akan terlibat sebagai responden dari tahap awal uji klinis. Kepada mereka akan diberikan dosis eksperimental hanya untuk memastikan suntikan 'ramuan' NIH dan Moderna Inc., tak menciptakan efek samping.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
NIH dan Moderna adalah bagian dari belasan kelompok riset di sejumlah belahan dunia yang sedang berpacu untuk bisa menghentikan pademi virus corona jenis baru penyebab pneumonia akut. Hingga hari ini, virus itu telah menginfeksi sebanyak lebih dari 156 ribu orang di dunia dan menyebabkan lebih dari 5.800 meninggal di dunia.
Belasan lembaga dan kelompok riset itu bekerja dengan beberapa tipe vaksin yang berbeda--dikembangkan dari teknologi baru yang tidak hanya lebih cepat daripada memproduksinya lewat teknologi inokulasi konvensional, tapi juga diharap lebih potensial. Beberapa peneliti bahkan mencari vaksin temporer yang bisa melindungi penerimanya satu atau dua bulan saja sambil mereka mengembangkan yang bisa memproteksi dalam jangka panjang.
Lainnya yang terlibat dalam pacuan menciptakan vaksin baru itu adalah Inovio Pharmaceuticals yang akan memulai uji keselamatan dari kandidat vaksinnya bulan depan. Uji akan dlakukan terhadap puluhan sukarelawan di University of Pennsylvania dan di sebuah pusat pengujian di Kansas City, Missouri, dilanjutkan dengan studi serupa di Cina dan Korea Selatan.
Jika uji keselamatan berjalan lancar, Direktur National Institute of Allergy and Infectious Diseases di NIH Anthony Fauci mengatakan, "Anda masih akan bicara tentang satu atau 1,5 tahun lagi sebelum vaksin itu benar-benar siap dan bisa digunakan secara luas."
Masa penantian itu harus dilalui dengan studi-studi tambahan dan pengujian ke lebih banyak orang untuk memastikan vaksin benar-benar bisa melindungi dan tidak membahayakan. Ini diakui tak sejalan dengan harapan publik saat ini. Bahkan Presiden Amerika Serikat Donald Trump pun terus mendesak percepatan pencarian vaksin COVID-19.
Per hari ini, wabah virus itu belum ada obatnya sama sekali. Di Cina, para ilmuwan menguji kombinasi obat HIV untuk melawannya, seperti halnya yang dilakukan dengan obat eksperimental remdesivir yang sejatinya sedang diuji untuk antivirus Ebola.
Di Amerika Serikat, University of Nebraska Medical Center termasuk yang menguji remdesivir. Bahan yang baru teruji efektif alam uji in vitro di laboratorium itu langsung diuji kepada beberapa warga Amerika yang terdeteksi terinfeksi virus itu dari kapal pesiar di Jepang.
AP