Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sains

Update Bibit Siklon Indonesia dan Efeknya: Muncul Satu Lagi di Laut Timor

Bibit siklon baru muncul di selatan Indonesia, NTT ikut diminta waspada dampak hujan persisten hari ini. Sukabumi dan yang lainnya juga belum 'aman'.

10 Desember 2024 | 09.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi Siklon Tropis. bmkg.go.id

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Bibit siklon tropis 93S yang berada di Samudera Hindia di sebelah selatan Nusa Tenggara terpantau tumbuh semakin kuat pada Selasa pagi, 10 Desember 2024. Pengaruh untuk wilayah sekitar juga bertambah karena kini terbentuk bibit siklon baru, 94S, lebih ke arah timur lagi, atau tepatnya di Laut Timor. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Daerah yang paling terdampak mengalami hujan persisten pada hari ini adalah wilayah NTT: Flores Timur, Adonara, Lembata, Alor, Kupang, dan sekitarnya," kata peneliti di Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN, Erma Yulihastin, Selasa pagi. Hujan persisten adalah hujan dengan intensitas tinggi karena berlangsung menerus.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di luar itu, bibit siklon 91S juga disebutnya masih memberikan efek bagi cuaca di sebagian wilayah Pulau Jawa. Erma menunjuk Sukabumi dan Jawa Barat bagian selatan yang sudah mengalami hujan merata sejak dinihari sebagai bagian dari efek tersebut. "Berpotensi meluas ke Lebak dan Cianjur," katanya menambahkan.

Dia menerangkan, bibit-bibit siklon yang muncul di timur-selatan Indonesia terbentuk karena pertemuan gelombang atmosferik Madden-Julian Oscillation (MJO) dan Rossby yang sedang sama-sama aktif. Keduanya membangun syarat vortisitas dari sebuah bibit siklon bisa terbentuk.

Selain itu juga adanya dukungan lewat laut yang menghangat seragam di perairan Indonesia, Laut Cina Selatan, dan Samudera Hindia. Bibit siklon 93S tumbuh kuat, bahkan sampai menarik 91S, dan terkini muncul 94S karena di perairan di utara Australia itu anomali suhu permukaan laut saat ini yang tertinggi.

Semakin tinggi suhu permukaan laut, atau semakin rendah tekanan udara di lokasi itu, semakin besar suplai bahan bakar untuk pembentukan sistem badainya. "Anomalinya sampai +3 derajat Celsius," kata Erma menjelaskan pemanasan air laut di utara Australia. 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus