Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sepakbola

Edy Rahmayadi, Kardono, Kritik PSSI, dan Jawaban

Ketua Umum PSSI, Edy Rahmayadi, memaparkan kondisi sepak bola nasional yang masih jauh tertinggal dari negara lain. Ia berharap dukungan.

6 Desember 2018 | 13.39 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Pada era kantor PSSI masih berada di salah satu ruangan di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, yaitu era 1990-an, induk organisasi sepak bola Indonesia ini pernah mendapat kiriman karangan bunga duka cita sebagai simbol atas kemerosotan prestasi tim nasionalnya. Konon, pengirimnya adalah sekelompok wartawan yang kritis terhadap kinerja PSSI.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pada era Ketua Umum PSSI Kardono periode 1983-1991, sebagian besar wartawan juga pernah terlibat konflik dengan PSSI. Kardono kemudian mengadakan pertemuan dengan para wartawan peliput PSSI di kantor induk organisasi sepak bola Indonesia itu di Stadion Gelora Bung Karno. Kedua belah pihak saling memaafkan dan kemudian bersalam-salaman.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mendiang Kardono juga seorang militer dari TNI-AU sebelum menjadi ketua umum PSSI. Ia menyandang bintang tiga di pundaknya -di TNI-AU adalah marsekal madya- sama dengan bintang tiga di pundak Edy Rahmayadi, letnan jenderal TNI-AD, saat terpilih sebagai ketua umum PSSI.

Belakangan, setelah banyak mendapat sororan atas kinerjanya sebagai ketua umum PSSI, Edy yang kini sudah menjadi gubernur Sumatera Utara, setelah pensiun dari dinas kemiliteran, juga berusaha mengakhiri konflik dirinya, dalam kapasitas sebagai ketua umum PSSI, dengan media. Hal yang mengingatkan pada apa yang dilakukan Kardono di PSSI pada masa silam.

Pada Rabu, 5 Desember 2018, Edy berbicara panjang-lebar untuk menanggapi banyaknya kritik kepada PSSI setelah tim nasiona gagal di Piala AFF dan sejumlah masalah di kompetisi domestik.

PSSI Edy Rahmayadi mengakui jika kondisi persepakbolaan Indonesia masih jauh tertinggal dari negara lain. Hal ini dilihat dari beberapa aspek dalam sepak bola seperti jumlah pemain, pelatih, wasit hingga sarana infrastruktur stadion di Indonesia. Edy mengungkapkan tertinggalnya sepak bola Indonesia telah dia sampaikan kepada Presiden semenjak awal dirinya menjadi Ketua PSSI.

"Saya katakan kepada Presiden kalau kita belum memiliki pemain bola yang pas. Kuantitas saja masih kurang apalagi kualitas,” ujar Edy yang juga menjabat sebagai Gubernur Sumatera Utara dalam acara Silaturahmi Insan Pers di Kantor Gubernur Sumatera Utara pada Rabu, 5 Desember 2018.

Edy memaparkan menurut data yang dimilikinya per tahun 2016, jumlah pesepakbola Indonesia hanya 67 ribu pemain dari total 250 juta jiwa penduduk. Jumlah ini masih terbilang minim jika dibandingkan dengan beberapa negara maju layaknya Belanda yang memiliki 1,2 juta pemain dari 16,7 juta penduduk, Spanyol 4,1 juta pemain dari 46,8 juta penduduk atau Jerman 6,3 juta dari 80,7 juta penduduk.

Jumlah pemain sepakbola Indonesia juga masih kalah dengan negara-negara di Asia Tenggara. Seperti Thailand yang memiliki 1,3 juta pemain dari 64,6 penduduk. Bahkan jika dibandingkan dengan Singapura yang juga memiliki 67 ribu pemain sepakbola, secara persentase masih lebih tinggi sebab Singapura hanya mempunyai total 4,5 juta penduduk.

Dalam sisi persentase jumlah pelatih, Indonesia pun kalah dari negara-negara tersebut. Spanyol memiliki 22 ribu pelatih, Jerman 28.668 pelatih, Thailand 1,1 ribu pelatih, Malaysia 1.810 pelatih atau Singapura 170 pelatih. Sedangkan Indonesia hanya memiliki 197 pelatih.

Begitu pun dalam aspek sarana dan prasarana, Indonesia masih sangat kurang stadion yang dinyatakan berstandar badan sepak bola dunia, FIFA. Sebab menurut data 2016 yang menjadi acuannya tersebut, Indonesia hanya memiliki 2 stadion standar FIFA dan 23 lapangan. Berbeda jauh dengan Spanyol yang 109 stadionnya berstandar FIFA, Belanda sebanyak 45 stadion atau Jerman yang mempunyai 42 stadion berlisensi FIFA.

Di Asia Tenggara, Singapura bahkan sudah memiliki 21 stadion yang berstandar FIFA. "Termasuk Stadion Teladan yang kita bangga-banggakan itu, tidak masuk dalam lapangan yang layak pakai,” sambung Edy yang masih mengacu data pada 2016 tersebut.

Ihwal itu, sang mantan Pangkostrad ini berharap seluruh pihak untuk bekerja sama dalam memperbaiki sepak bola Indonesia, termasuk awak media. "Tolong jangan lagi di-bully lagi saya. Kalau mau beritakan, beritakanlah ini," pinta Edy

Kardono dalam sebuah pertemuan sore di Senayan puluhan tahun lalu tidak berbicara sebanyak itu. Tapi, intinya, sama, yaitu meredam konflik dan memperbaiki komunikasi.

Tapi, ada satu hal yang belum bisa dicapai Edy sebagai ketua umum PSSI  seperti Kardono setelah pertemuan untuk meredam konflik dan tekanan itu, yakni prestasi.

Pada era Kardono, tim nasional PSSI merebut medali emas SEA Games 1987 dan 1991. Setelah 1991 itu, emas sepak bola dalam pesta olahraga Asia Tenggara itu belum pernah bisa diraih lagi sampai pada era Edy Rahmayadi.

IIL ASKAR MONZA

 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus