Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Liga Spanyol

Frenkie de Jong, Barcelona, dan Hutan Belantara Transfer Modern

Kabar nilai dan proses ransfer pemain Ajax, Frenkie de Jong, ke Barcelona yang menghebohkan tak sesimpel yang dibayangkan. Kini lebih rumit, kompleks.

24 Januari 2019 | 11.30 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Frenkie de Jong. instagram.com

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Salah satu kabar menghebohkan dalam ajang bursa transfer sekarang adalah kepindahan pemain Ajax Amsterdam, Frenkie de Jong, ke Barcelona pada musim panas 2019 mendatang, dengan kesepakatan transfer 90 juta euro atau sekitar Rp 1,44 triliun.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kabar kesepakatan tersebut akan membuat gelandang Frenkie de Jong menjadi pemain termahal Belanda sepanjang sejarah, dengan mengalahkan rekor transfer bek tengah Virgil van Dijk dari Southampton ke Liverpool, yaitu 84 juta euro ketika ditransfer dari Southampton ke Liverpool satu tahun lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tapi, apa yang tampak di permukaan, yaitu dalam sejumlah kabar dan pemberitaan media, tidak semulus, tak mudah, dan tak sesederhana yang dibayangkan.

Apalagi, jika kelak Frenkie de Jong, 21, yang disanjung sebagai model pemain gelandang tengah terbaik di dunia sekarang, tidak memenuhi harapan seperti -yang untuk sementara- terjadi pada diri Philippe Countiho sekarang di Barcelona.

Apa yang tersembunyi di balik biaya transfer dan kontrak yang menghebohkan adalah ibarat sebuah hutan belantara lebat yang harus dilalui sang petualang dengan susah-payah.

Hal ini mengacu pada apa yang disajikan media Sky Sports ketika menyajikan ringkasan sebuah buku terbaru karya pengacara sepak bola, Daniel Geey, berjudul “Deal Done Deal: An Insider's Guide to Football Contracts, Multi-Million Pound Transfers and Premier League Big Business.”

Kesepakatan transfer pemain mungkin tercapai dan diabadikan kamera di ruang direksi klub. Tapi, proses negosiasi menuju kesepatan itu adalah sebuah jalan panjang melalui rentetan komunikasi WhatsApp, sebuah puncak gunung surat elektronik atau email, dan terkadang beberapa jam perbincangan dinihari, serta 40 kali kontak telepon dengan klien pemain setiap hari.

Yang terbaca di surat kabar adalah proses transfer yang langsung dan mudah. Pemain yang menjadi target klub dengan segera bisa dirampungkan proses kepindahannya dari klub lain.

Kenyataannya dari proses pengamatan atau pemantauan, identifikasi bahwa seorang pemain punya bakat tinggi, lalu pendekatan kepada pemain, agen, dan klub bisa sangat kompleks.

Pada era 1980-an dan 1990-an adalah hal biasa para pemain berdiskusi, bernegosiasi, dan menandatangani kontrak jangka panjang dengan manajer klub, tanpa keterlibatan agen pemain, ketua eksekutif klub, dan direktur sepak bola atau ketua perekrutan.

Pada masa sekarang hal itu nyaris tidak akan terjadi lagi. Kini adalah hal langka ada pemain dalam liga-liga terkemuka di Eropa, Amerika Latin, bahkan liga-liga papan atas Asia yang tidak memiliki agen atau tidak diwakili agen pemain.

Mencapai kesepakatan pembayaran jutaan pound sterling, euro, dollar, atau mata uang terkemuka lainnya hanya satu bagian dari sederetan tantangan yang harus dihadapi sebuah klub yang ingin membeli pemain pada sebuah jendela transfer.

Klub itu juga dituntut bekerja sama dengan sejumlah agen pemain. Hal ini termasuk dalam urusan kesepakatan gaji pemain per pekan, bonus pemain, dan kesepakatan loyalitas lainnya dalam sebuah paket transfer seorang pemain.

Biaya transfer biasanya dibayarkan dengan mencicil. Milsanya 50 persen setelah transfer selesai, 25 persen pada ulang tahun pertama transfer, dan 25 persen pada ulang tahun kedua.

Pada contoh unsur kesepakatan loyalitas dari Frenkie de Jong ini, koran di Belanda, De Telegraaf, seperti yang dikutip situs Football Oranje, memberitakan adanya sebuah prosentase pembayaran dari kesepakatan transfer Frenkie de Jong yang akan diterima klub Willem II dan RKC, bermitra mengelola sebuah akademi sepak bola.

Willem II dan RCK masing-masing akan menerima bayaran besar untuk ukuran mereka, yakini 7 juta dan 4 juta euro. Jadi, tak cuma Ajax yang terima uang tapi juga klub lainnya di Liga Belanda, yang menjadi tempat belajar Frenkie de Jong.

Pemain Barcelona Philippe Coutinho. REUTERS/Albert Gea

Contoh lain adalah ketika Barcelona mengajukan tawaran untuk Philippe Coutinho yang berada di Liverpool pada musim panas 2017, dengan angka transfer sebesar 118 juta pound sterling.

Dari jumlah ini untuk Philipe Coutinho –yang ternyata sekarang kerap tersingkir dari skuad utama Barcelona- hanya 82 juta pound sterling yang dilaporkan dijamin dan itu pun dibayarkan dalam empat cicilan tahunan.

Adapun biaya sisa 36 juta pound sterling bergantung pada misalnya, Barcelona menjuarai Liga Champions dan sang pemain memenangi penghargaan pemain terbaik Eropa dan dunia, Ballon d’Or.

Jadi, bisa dibayangkan apa yang terjadi kelak, jika Philippe Coutinho yang semula menjadi bintang Liverpool sehingga menarik perhatian Barcelona, ternyata dinilai tidak memenuhi kualitas penampilan yang diharapkan.

Bursa transfer di permukaan adalah serupa gelembung sabun, gelembung ekonomi atau gelembung keuangan, yaitu memperdagangkan produk atau aset dengan harga yang lebih tinggi daripada nilai fundamentalnya. Yang menghebohkan di permukaan adalah salah satu cara untuk menaikkan popularitas atau meningkatkan daya komersial sebuah klub atau kompetisi liga.

Kelak jika kualitas permainan Frenkie de Jong atau siapa saja pemain yang pernah menghebohkan nilai transfernya tidak sesuai yang diharapkan, anak muda skuad Oranje ini bisa bernasib sama seperti yang sangat mungkin terjadi pada Philippe Coutinho dan juga klub asalnya.

 

 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus