Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Minimal dua kali terdengar pernyataan yang menegaskan gaya permainan sepak bola fisik ala Inggris tak bisa diimbangi lawan-lawannya di Liga Champions musim ini. Yang pertama ketika Jadon Sancho, bintang muda Inggris yang membela Borussia Dormund, dibuat Tottenham Hotspur tak berkutik pada 16 besar. Yang kedua dialami Lionel Messi dinihari tadi, Kamis 11 April 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kesulitan Sancho dan para pemain Dortmund pada umumnya mengimbangi Tottenham saat itu diulas sebagai ketakberdayaan klub Bundesliga ini mengimbangi kemampuan dan pengutamaan fisik dalam pertarungan yang dimiliki anak-anak Spurs.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Adapun yang kedua terjadi dinihari tadi di Stadion Old Trafford, Manchester, pada perempat final pertemuan pertama antara tuan rumah Manchester United dan Barcelona yang berakhir dengan kemenangan tipis 1-0 untuk tim tamu.
Segera setelah pertandingan, yang membuat Lionel Messi sempat terjatuh dan berlumur darah di mukanya, bek Manchester United, Chris Smalling, bicara.
Smalling mengatakan Barcelona tidak dapat mengatasi intensitas fisik Manchester United, setelah dia meninggalkan Lionel Messi dengan hidung berlumuran darah karena perbenturan fisik di antara keduanya.
Dengan intensitas fisik tersebut, Manchester United hanya kalah 0-1 dan itu pun terjadi karena gol bunuh diri Luke Shaw. Setelah ketinggalan 0-1, United berhasil membuat Barca kehilangan irama permainannya. Karena itu, Manajer United, Ole Gunnar Solskjaer, sudah mengutarakan rasa optimisnya bisa menyingkirkan Barcelona, justru ketika bertemu di Nou Camp.
Sebagai bek, Smalling bermain tanpa kompromi dan menghadang pergerakan Messi sampai terjadi tabrakan di antara keduanya. Hal itu membuat megabintang dari Argentina ini mesti meninggalkan lapangan untuk mendapatkan perawatan di wajahnya yang berlumuran darah.
Ditanya bagaimana dia akan mengatasi Messi sebelum pertandingan, Smalling menjawab, “Bawa (Messi) kemari.” Selanjutnya, ketika ditanya reaksinya setelah bertabrakan dengan kiper Barcelona, bek tengah United ini menjawab ia tak berniat untuk minta maaf.
“Saya pikir hal itu (benturan) terjadi ketika kami tepat berada di kaki depan. Kami menggunakan intensitas fisik yang tidak mereka (Barcelona) pakai setiap pekan,” kata Smalling. ““Kami menekan mereka sangat tinggi dan membuat mereka kesulitan.”
Smalling juga menegaskan bahwa kartu kuning yang diterimanya karena melanggar bintang Barcelona lainnya, Luis Suarez, sebenarnya masih tergolong tindakan lunak darinya.
Dari pernyataan Smalling dan penegasan keyakinan Ole Gunnar Solslkajer, tersirat bahwa Manchester United siap melakukan aksi mencengangkan seperti yang mereka lakukan ketika menumbangan Paris Saint-Germain di Paris setelah United kalah di Old Trafford.
Dan, jangan lupa ada klub Liga Primer Inggris sudah memelopori bagaimana bisa menyingkirkan Barcelona di kandang kebesarannya, Nou Camp, yaitu Chelsea.
Pada pertemuan kedua babak semifinal Liga Champions 2011-2012 di kandang Barca itu, Fernando Torres yang berdiri sendirian di depan, luput dari pengawasan pemain Barcelona, ketika Messi dan kawan-kawan memimpin 2-1.
Asyik menyerang dan menguasai aliran bola –sebagaimana ciri khas Barca-, seperti mendadak ada sebuah umpan terobosan ke arah Torres. Penyerang asal Spanyol yang besar di Atletico Madrid itu kemudian terlepas dari kawalan dan membobol gawang Barca. Skor 2-2, sehingga Chelsea yang lolos ke final karena unggul agregat 3-2.
Jarang-jarang ada aib besar di Nou Camp dan Manchester United punya peluang mengulangi sukses Torres cs itu.
Bukan berarti Barcelona dan sejumlah klub papan atas lain tak terlatih maksimal secara fisik. Memainkan possesion football, dengan umpan-umpan yang mengalir indah dan mematikan di daerah lawan itu, juga butuh intensitas fisik yang luar biasa.
Mungkin, yang membedakan di antara keduanya adalah yang satu mengutamakan kecepatan dan kekokohan tubuh serta yang lain mengusung keterampilan dan kejelian dalam tempo tinggi melihat celah ruang.
Tapi, pada dasarnya, sudah lama berkembang prinsip bahwa untuk mengalahkan tim dengan skill individu yang tinggi seperti Lionel Messi dan kawan-kawan dari Barcelona ini adalah melakukan pressing ketat, baik saat menyerang maupun bertahan, dan “ganggu” mereka dengan benturan-benturan keras.
Suatu saat kelak, Lionel Messi mungkin akan mengeluh seperti Franz Beckenbauer. Selepas membawa Jerman Barat memenangi Piala Dunia 1974 dan balik lagi ke Bundesliga, bek tengah legendaris ini menyatakan sepak bola kian keras dan mengutamakan kekuatan fisik. Beckenbauer hengkang dari Bayern Munich untuk pindah ke New York Cosmos dan kemudian pulang lagi ke Hamburg SV.
Tapi, ia tak lagi bisa bebas meliuk-liuk bersama bola dari posisinya sebagai libero untuk melakukan overlapping ke depan. Ruang bermainnya kian sempit karena pressing lawan, sebagaimana yang dialami Lionel Messi di Old Trafford.