Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Liga Inggris

Manchester United Terus Merana Sepeninggal Sir Alex Ferguson, Apa Masalah Utamanya?

Sejak belum ditinggal Sir Alex Ferguson pada 2013, Manchester United belum bisa menjadi juara di Liga Inggris. Apa masalah utama klub ini?

9 Maret 2025 | 19.25 WIB

Gelandang tengah sekaligus kapten Manchester United Bruno Fernandes, menyapa pendukung The Red Devils di San Sebastian, Spanyol, 6 Maret 2025.  Reuters/Vincent West
Perbesar
Gelandang tengah sekaligus kapten Manchester United Bruno Fernandes, menyapa pendukung The Red Devils di San Sebastian, Spanyol, 6 Maret 2025. Reuters/Vincent West

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MANCHESTER United belum mampu menemukan kembali pijakannya setelah ditinggal Sir Alex Ferguson pada 2013. Mereka sudah mempekerjakan berbagai jenis pelatih, hampir semuanya memiliki reputasi hebat. Namun, tak ada yang bisa digolongkan sukses.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Para pelatih itu datang ke Old Trafford dengan reputasi hebat. Louis van Gaal, Jose Mourinho, Erik ten Hag, dan Ruben Amorim pernah mempersembahkan banyak trofi juara kepada tim-tim mereka sebelumnya. Mereka juga sudah merekrut pemain-pemain pilihan yang diharapkan mengangkat prestasi United.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Semua itu belum memberi akhir membahagiakan. Si Setan Merah tak pernah lagi menjuarai Liga Premier semenjak ditinggalkan Sir Alex. Era setelah Sir Alex hanya membuat United masing-masing dua kali menjuarai Piala FA dan Piala Liga, serta sekali Liga Europa. Kelima pencapaian itu pun hanya terjadi pada masa Jose Mourinho dan Erik Ten Hag.

Selain soal trofi, tiket ke Liga Champions juga kini seperti barang mahal bagi klub ini. Dalam sepuluh musim terakhir, United cuma bisa enam kali tampil dalam Liga Champions, yang salah satu dari enam kesempatan itu diperoleh setelah menjuarai Liga Europa pada 2017. Sepanjang periode itu, posisi tertinggi yang dicapai MU dalam klasemen liga adalah peringkat dua sebanyak dua kali, masing-masing pada era Mourinho dan Solksjaer.

Posisi terendah yang dicapai Setan Merah dalam sepuluh musim terakhir adalah urutan kedelapan pada musim lalu ketika masih diasuh Ten Hag. Tapi Amorim membuat Ten Hag terlihat lebih baik, karena di bawah asuhan dia, United malah terperosok ke peringkat 14. Itu posisi terburuk yang dicapai MU dalam kurun 35 tahun terakhir, ketika pada 1990 finis urutan ke-13.

Ironisnya posisi pada 1990 itu terjadi pada musim keempat Alex Ferguson menangani United. Namun, dalam tiga musim berikutnya Setan Merah bangkit, untuk kemudian menjuarai liga pada 1993.

Sukses 1993 adalah awal dari pencapaian fantastis Sir Alex dalam menjuarai liga sebanyak 13 kali, dan banyak trofi lainnya, termasuk Liga Champions dan Piala Dunia Klub. Ketika finis urutan ke-13 pada 1990, United masih bisa lolos ke kompetisi Eropa karena mendapatkan tiket Cup Winner's Cup (kini Liga Europa) setelah menjuarai Piala FA.

Itu cara mendapatkan tiket kompetisi Eropa yang sama pada musim 2016-2017 di bawah asuhan Mourinho dan musim 2024-2025 ketika masih ditangani Ten Hag, yang tak bisa melanjutkan kompetisi itu karena didepak pada pertengahan musim untuk digantikan oleh Amorim.

Struktur Tak Jelas di Manchester United

Baik Sir Alex maupun Mourinho mengakhiri petualangan United dalam kompetisi level dua Eropa itu dengan predikat juara. 
Amorim berkesempatan mengikuti jejak Sir Alex dan Mourinho, walau kondisi United yang dia hadapi jauh lebih buruk dari pada masa Sir Alex dan Mourinho.

Bukan saja terseok-seok di papan tengah, United era Amorim juga menghadapi masalah berat, di dalam dan di luar lapangan. Mereka menghadapi krisis cedera pemain inti yang berkepanjangan, dan lebih gawat lagi mereka menghadapi masalah finansial dan manajerial yang akut.

Padahal Minggu, 9 Maret 2025, mereka menghadapi pertandingan berat melawan Arsenal. Jika kalah dan saat bersamaan Everton serta West Ham United menang, maka Setan Merah terlempar jauh ke lima terbawah Liga Premier. 

Itu akan sangat memalukan, walau hanya sementara. Orang-orang bilang ini semua gara-gara Amorim terlalu keras kepala dan karena kualitas rendah pemain-pemain bintangnya.

Tapi, ini harusnya bukan masalah. Bukankah semua pendahulu Amorim adalah pelatih-pelatih keras kepala, dan bukankah para pelatih keras kepala yang malah lebih sering memenangkan trofi juara, tak hanya di level klub tapi juga level timnas? Oleh karena itu, terlalu gampangan jika menyebut ini semua gara-gara Amorim. 

Tidak pula karena kualitas pemain. Buktinya, hampir semua pemain United yang dijual atau dipinjamkan ke klub lain malah bersinar begitu mereka ganti kostum. Ander Herrera, Chris Smalling, Paul Pogba, Jesse Lingard, dan kini, Scott Mctominay, Antony, Anthony Elanga, Jadon Sancho, Raphael Varane yang terpaksa pensiun di Como 1907 gara-gara cedera, Donny van de Beek, dan Marcus Rasford, semuanya bersinar kembali setelah tak lagi membela United.

Pelatih Manchester United Ruben Amorim. REUTERS

Jadi pasti ada faktor lain. Dan mantan bek tengah mereka, Raphael Varane, mengungkapkan kultur busuk di Manchester United kepada The Athletic pada pertengahan Februari 2025. 

Menurut dia, Manchester United tak memiliki struktur dan metodologi pasti mengenai bagaimana masalah harus ditangani. Dan itu termasuk cara merekrut pemain, cara bermain, dan cara berkomunikasi. Tak jelas siapa yang memerintah siapa.  "Tak ada prosedur, proses, dan struktur yang sama," kata Varane.

Varane tidak menyalahkan pemain atau pelatih. Sebaliknya, secara implisit dia menunjuk akar masalah United ada di pengelola klub, persis sering disebut banyak pengamat dan penggemar United. 

Utang yang menggunung

Tentu saja yang ada di pusaran utama berkaitan dengan masalah ini adalah Keluarga Glazer. Tapi, Sir Jim Ratcliffe yang membeli 28 persen saham United pada akhir 2023 pun tak membuat keadaan menjadi lebih baik.

Financial Times pada 2 Maret, malah menyebut Ratcliffe mengatasi akar masalah yang salah, yang sebenarnya bermuara pada utang yang dihimpun United selama era Glazer, yang membeli United dari berutang kepada pihak ketiga.

Keadaan itu diperparah oleh cara klub ini dalam membeli pemain mahal tapi berkinerja di bawah ekspektasi, yang akhirnya mendevaluasi pemain-pemain itu.

Ketika klub harus melepas pemain-pemain ini demi mendatangkan pemain baru guna menaikkan performa klub, United menghadapi masalah.

Pemain-pemain mahal itu tak mampu dibeli klub-klub lain, dan saat bersamaan United tak boleh menurunkan harga pemain karena melanggar aturan Financial Fair Play.

Akhirnya mereka pun terpaksa melepas pemain-pemain berkinerja bagus tapi calon pembeli bersedia membelinya. Scott Mctominay dan Anthony Elanga adalah contoh-contoh pemain yang prospektif bagi United tapi terpaksa dilego dalam situasi ini.

Sebaliknya, pemain-pemain mahal tapi diinginkan klub-klub lain seperti Antony, Jadon Sancho dan Marcus Rasford dipinjamkan, demi meringankan pengeluaran gaji pemain.

Itu semua cuma bisa membantu meringankan beban keuangan klub, karena keuangan United terus memburuk dari waktu ke waktu, tak saja karena tak pernah lagi menjuarai liga tapi juga karena jarang lagi tampil di level puncak Liga Champions.

Selama ditangani Keluarga Glazer, United harus membayar bunga utang Rp 63 miliar per bulan. Total selama era Glazer, United berutang 1 miliar pound (Rp 21 triliun).

Utang yang menggunung ini telah membatasi manuver United di bursa transfer pemain dan juga dalam merehabilitasi infrastruktur-infrastruktur klub. 

Melihat mismanajemen ini, penggemar United kembali menuding pemilik klub sebagai biang masalah. Minggu besok mereka akan mengenakan pakaian serba hitam di Old Traffrod ketika Bruno Fernandes cs menjamu Arsenal.

Jika penggemar melihat tim kesayangannya dibenamkan lagi oleh Arsenal, maka tekanan terhadap pemilik klub akan semakin hebat.

Sementara itu nun jauh di Qatar, Sheikh Jassim menunggu momen untuk menawar lagi Setan Merah. Mereka sudah berniat membeli United dengan uang tunai, bukan utang, bahkan berjanji melunasi semua utang United.

Keluarga Glazer jauh-jauh hari menyatakan tak akan menjual United. Namun ini tentu saja tergantung kepada bagaimana performa United di lapangan.

Jika Amorim sukses mengulangi pencapaian Sir Alex dan Mourinho menjuarai Liga Europa pada 1991 dan 2017, maka nasib pemilik United bisa terselamatkan. Tapi jika tidak, Setan Merah perlu mencoba pemilik baru yang lebih kuat agar terhindar dari prahara yang lebih besar.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus