Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Film

Pengabdi Setan: Teror Kala Ibu Datang Lagi  

Pengabdi Setan, Joko Anwar mencoba membangun realitas,bagaimana manusia mencari jalan untuk mengatasi sebuah tragedi dengan menelusuri akar tragedi

29 September 2017 | 21.50 WIB

Pengabdi Setan. youtube.com
Perbesar
Pengabdi Setan. youtube.com

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta -Rini pulang dengan tangan kosong. Apa yang ia bawa dari kota sesuai prediksi. Tak ada royalti dari karya Ibunya yang kini tak lagi menyanyi. Pihak produser bilang lagu Ibunya sudah tak laku lagi. Rini bersikeras masih mendengar lagu-lagu ibunya diputar dan fisiknya masih dipajang di toko musik. Hal itu dibantah dengan jawaban, jika masih ada di toko musik itu berarti bukti lagunya memang tak laku lagi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Rini putri sulung seorang penyanyi yang beberapa tahun terakhir hanya tergolek di ranjang. Pulang ke rumahnya di tengah hutan. Masih banyak pohon-pohon tinggi, sunyi, sepi penghuni.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kepulangan Rini mempertemukan penonton pada sebuah keluarga: sepasang suami istri, empat orang anak, dan seorang nenek. Kondisi perekonomian keluarga makin sulit pasca ibu mereka sakit parah, tubuhnya sudah tergolek lemah. Rupanya persis mayat hidup saja. Suasana rumah pun terasa tak menyenangkan. Nyenyat.

Masalah hadir begitu sang Ibu meninggal. Ayah pergi sehari setelah pemakaman. Tak ada lagi duka, mengingat sang Ibu sudah sakit cukup lama. Mereka mengobati kepergian sang Ibu dengan legawa dan keyakinan Ibu sudah tak sakit lagi.

Tapi rupanya rasa yang lebih banyak hadir setelah itu adalah ketakutan. Siapa sangka, Ibu kembali datang dan membawa horor tersendiri. Rasa takut anggota keluarga berbaur dengan penasaran, dan upaya untuk mengungkap misteri dibalik teror dari kedatangan ibu. Mengapa Ibu mereka datang lagi dan menakut-nakuti seluruh anggota keluarga.

Menariknya dari cerita yang disuguhkan Joko Anwar ini adalah selalu ada upaya untuk membangun rasionalitas dari satu cerita ke cerita lainnya. Film horor pada umumnya kerap menampilkan sesuatu yang kerap di luar nalar dan dibiarkan begitu saja. Tak demikian dengan upaya Joko yang tetap mencoba memberi alasan dari peristiwa yang berkelindan satu demi satu.

Meski film ini berangkat dari film yang pernah dibuat Rapi Film tahun awal 80-an, Joko berhasil mengemas ulang dengan pendekatan yang lebih masuk untuk penonton horor masa kini.

Penampakan hantu ala zombie yang datang menjulurkan tangan, mata melotot, dengan dempul putih di muka dan tempelan-tempelan luka berantakan seperti di film garapan Sisworo Gautama Putra tak akan lagi menakutkan untuk disaksikan saat ini. Warna yang dipilih Joko dalam panel cerita pun tepat. Aura vintage, temaram, dengan detail-detail pada ekspresi tokoh.

Tapi mungkin akan banyak yang satu suara kalau latar waktu era itu dipertahankan, masih bisa menciptakan suasana horor yang nyata. Terlebih dengan permainan scoring dan juga nyanyian Ibu yang membawakan lagu Di Keheningan Malam berulang-ulang diputar. Paduan bunyi lonceng, juga radio dengan dongeng tengah malamnya.

Film ini wujud obsesi Joko Anwar bertahun-tahun. Sepuluh tahun terakhir ia mengejar pihak Rapi Film agar dapat restu menggarap kembali film yang membuatnya terkesan terhadap sinematik. Joko tak plek-plek meniru semua cerita dan adegan lalu menyesuaikannya dalam kemasan kekinian, Joko punya cara sendiri untuk menggarap Pengabdi Setan  versinya. Ia tak lagi membenturkan soal hitam putih. Bagaimana roh jahat harus kalah oleh ayat-ayat agama.

 Joko mencoba membangun realitas, bagaimana manusia mencari jalan untuk mengatasi sebuah tragedi dengan menelusuri akar tragedi untuk mencari solusi.Itulah yang akhirnya dilakukan Rini, Toni, Bondi, dan ayah mereka sebagai sebuah keluarga.

Di Pengabdian Setan ini pun Joko lebih memberi porsi dan peran lebih berisi kepada sosok Hendra dan tokoh ustad, sehingga kehadiran mereka dalam film bukan sekadar tempelan tapi perannya punya alasan.

Joko sukses memenuhi obsesi 10 tahun menunggu izin pembuatan ulang Pengabdi Setan. Namun ada beberapa hal yang masih menganjal di balik sederetan upaya membangun rasionalitas jalinan cerita yakni, apa yang dibisikkan ayah kepada Ibu sebelum meninggal, dan apa yang dibisikkan kawan almarhum neneknya Rini kepada Hendra saat ia menitipkan tulisan terbarunya soal upaya iblis menebar benih.

Aisha Shaidra

Bergabung di Tempo sejak April 2013. Menulis gaya hidup dan tokoh untuk Koran Tempo dan Tempo.co. Kini, meliput isu ekonomi dan bisnis di majalah Tempo. Bagian dari tim penulis liputan “Jalan Pedang Dai Kampung” yang meraih penghargaan Anugerah Jurnalistik Adinegoro 2020. Lulusan Sastra Indonesia Universitas Padjadjaran.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus