Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Sejumlah pihak membuat kegiatan untuk merayakan 100 tahun A.A. Navis.
Perayaan 100 tahun A.A. Navis juga diadakan UNESCO di Paris.
Penting membuat museum A.A. Navis untuk merawat karya dan gagasan-gagasan sang sastrawan.
RUANG lantai dua di rumah sastrawan A.A. Navis, di Jalan Bengkuang Nomor 29, Padang, Sumatera Barat, dipenuhi sejumlah orang pada Kamis, 7 November 2024. Ada yang sedang memotret benda-benda peninggalan Navis di ruang yang kini menjadi perpustakaan itu. Ada foto-foto lama terbingkai, buku catatan pribadi Navis, dan arsip-arsip kliping yang tersusun rapi di rak buku.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebagian dari mereka adalah petugas Taman Budaya Sumatera Barat yang sedang mempersiapkan pameran untuk perayaan 100 tahun A.A. Navis yang jatuh pada hari ini, Ahad, 17 November 2024. Sebagian lagi merupakan anak muda dari sebuah komunitas yang akan membuat pertunjukan untuk mengenang 100 tahun kelahiran sastrawan pengarang cerpen Robohnya Surau Kami itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gemala Ranti Navis, putri A.A. Navis, sang tuan rumah, ikut sibuk membantu memilih arsip dan benda-benda pribadi Navis, seperti kliping koran, lukisan karya Navis, foto di album, dan catatan harian dengan tulisan tangan Navis. Gemala mengeluarkan beberapa arsip dari folder.
“Dulu kami yang dikerahkan Papi untuk membuat kliping koran ini. Tujuh anaknya semua dapat koran yang sudah ditandai dengan spidol oleh Papi untuk dikliping,” Gemala mengenang.
Ia membuka lembaran kliping koran yang sudah menguning. Di belakang kertas kliping itu terlihat bekas ketikan Navis. Sang sastrawan menggunakan kertas bekasnya mengetik untuk dibuat kliping.
“Papi mengajarkan kami berhemat, seperti menggunakan kertas bekas. Dengan mengkliping, Papi juga dengan tidak langsung menyuruh kami membaca apa yang dikliping. Setiap yang klipingnya paling rapi, selalu mendapat reward, tambahan belanja,” ujar Gemala lalu tersenyum.
A.A. Navis, yang bernama lengkap Haji Ali Akbar Navis, lahir di Padang Panjang, 17 November 1924. Ia dikenal sebagai sastrawan dengan karya-karyanya yang kental akan budaya Minangkabau. Salah satu karyanya yang paling populer adalah cerita pendek Robohnya Surau Kami. Selain membuat cerpen, ia menulis novel dan puisi.
Putri AA Navis, Gemala Ranti dengan lukisan karya AA Navis di depan rak kliping tulisan tentang ayahnya di kediaman keluarga AA Navis di Padang, Sumatera Barat, 5 November 2024. TEMPO/Febrianti
Navis melakoni banyak peran di berbagai bidang, seperti pegawai negeri di Jawatan Kebudayaan Sumatera Tengah di Bukittinggi (1952-1955), penasihat ahli untuk RRI Studio Bukittinggi (1950-1958), dan pemimpin redaksi Semangat pada 1971-1972. Kemudian ia masuk dunia politik dengan menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Barat sebagai wakil dari Golkar (1972-1982).
Gemala bercerita, untuk merayakan 100 tahun Navis, pihak keluarga lewat Yayasan A.A. Navis sejak setahun lalu sudah mempersiapkan perayaan dengan kegiatan literasi. Namun tiba-tiba ada kabar bahwa UNESCO akan memberikan penghargaan perayaan 100 tahun A.A. Navis. “Kami sangat terkejut. Tiba-tiba UNESCO merayakan 100 tahun A.A. Navis. Kami tidak menyangka dan itu bikin terharu.”
Gemala mewakili keluarga diundang ke kantor UNESCO di Paris, Prancis, untuk menghadiri acara penghargaan perayaan 100 tahun A.A. Navis pada Rabu, 13 November 2024. “Akhirnya kami memutuskan untuk tahun ini Yayasan A.A Navis hanya men-support kegiatan yang diadakan untuk merayakan 100 tahun A.A. Navis dan ternyata banyak yang merayakannya dengan berbagai acara," tuturnya.
Kegiatan perayaan itu, menurut Gemala, antara lain diadakan di perpustakaan umum di berbagai daerah di Indonesia, Dewan Kesenian Jakarta, Taman Ismail Marzuki, serta Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Badan Bahasa secara khusus meluncurkan Peringatan 100 Tahun A.A. Navis di Kota Padang pada 9 Maret 2024.
Adapun di Tanah Minang berlangsung pergelaran dan pameran besutan Taman Budaya Sumatera Barat serta pertunjukan yang akan diadakan komunitas muda. Ade Efdira, Kepala Seksi Produk dan Kreasi Seni Taman Budaya Sumatera Barat, mengatakan mereka sedang mempersiapkan acara Temu Sastra 100 Tahun A.A. Navis dengan menggelar peluncuran buku, pameran seni rupa dan arsip, pertunjukan seni, serta diskusi sastra pada Sabtu, 23 November 2024.
“Sebelumnya kami mengadakan lomba menulis cerpen dengan tema 100 tahun A.A. Navis untuk semua penulis di Indonesia. Sudah ada pemenangnya dan 18 cerpen terbaik sudah dibukukan serta akan diluncurkan pada 23 November mendatang,” ucap Ade.
Kini timnya juga sedang mempersiapkan barang-barang koleksi Navis yang akan dipamerkan di galeri Taman Budaya, seperti foto-foto, kliping, mesin tik yang dipakai Navis untuk menulis, dan lukisan karya sang pengarang. “Di salah satu sisi galeri nanti dibuat replika kamar kerja A.A. Navis. Ada barang-barang yang dibawa dari rumah beliau, seperti asbak rokok, mesin tik, kertas arsip, juga foto yang dipajang di dinding untuk menghidupkan suasana.”
Pameran yang bakal berlangsung pada 23-30 November 2024 itu juga dilengkapi instalasi multimedia, seperti cuplikan suara Navis. Ada pula diskusi sastra tentang Navis dengan tema “Bara Satire Navis dalam Karya” yang akan membahas karya Navis, termasuk pengaruhnya terhadap generasi milenial. “Kami juga akan menghadirkan penulis muda Sumatera Barat sebagai pembicara, seperti Deddy Arsya dan Yetti A. KA,” tutur Ade.
Ia mengatakan perayaan 100 tahun A.A. Navis di Taman Budaya memang bukan kegiatan besar-besaran. “Kenapa tidak ada kegiatan besar-besaran? Itu terkait dengan dana kebudayaan yang sangat minim. Tapi, walau dengan dana pas-pasan, kami tetap mengadakannya untuk merespons 100 tahun Pak A.A. Navis,” kata Ade.
Sastrawan muda Sumatera Barat, Yetti A. KA, mengatakan karya Navis sangat mempengaruhinya. “Robohnya Surau Kami karya A.A. Navis yang pertama kali saya baca. Cerpen itu 'mengganggu' saya dalam waktu yang panjang," ujarnya. Sebab, setiap kali membaca ulang, Yetti seolah-olah menemukan lapis nilai lain. "Namun saya pikir yang kemudian paling mempengaruhi saya justru karya A.A. Navis yang mengangkat isu perempuan."
Tokoh perempuan dalam karya A.A. Navis umumnya ditampilkan sebagai sosok tidak sempurna atau lemah di lingkungan sosial tempat ia berada, tapi mampu menyuarakan perasaan dan pikirannya. "Bagi saya, suara perempuan sesuatu yang sangat penting dalam sebuah karya."
Jejak Navis, terutama gaya cemooh ala Minangkabau-nya dalam merespons fenomena sosial, banyak terdapat dalam karya sastra penulis muda Sumatera Barat. "Ini menunjukkan karya dan sosok A.A. Navis tetap hidup dalam wacana sastra Sumatera hingga hari ini,” kata Yetti.
Dari kalangan muda, Aksara Nagari Kreatif, perkumpulan pelaku industri kreatif dan seni budaya di Sumatera Barat, juga merayakan 100 tahun A.A. Navis dengan menggelar pertunjukan dengan tema “Minangkabau dalam Kemarau” di SMKN 7 Padang pada Jumat, 15 November 2024.
“Ini acaranya swadaya dengan teman-teman komunitas industri kreatif dan seni di Sumatera Barat. Kami mengambil tema 'Minangkabau dalam Kemarau', dari judul novel Kemarau A.A. Navis,” ujar Ketua Aksara Nagari Kreatif Akbar Nicholas.
Pertunjukkan Minangkabau dalam Kemarau yang digarap Ruang Sarga dan GAZP dalam rangka memperingati 100 tahun AA Navis di Padang, Sumatera Barat, 15 November 2024. Dok. GAZP, Auza, Aufa
Pertunjukan ini menampilkan tari, pertunjukan musik klasik Minagkabau, pemutaran film dokumenter tari piriang balenggek, film dokumentar Marka tentang geliat komunitas di Sumatera Barat, serta peluncuran buku Marka.
Berbagai upaya untuk terus menghidupkan Navis memang terus dilakukan berbagai kalangan, terutama di Sumatera Barat. Pihak keluarga, lewat Yayasan Keluarga A.A. Navis, membuat perpustakaan di rumah Navis. “Membuat pustaka itu pesan dari Papi karena buku-bukunya banyak, juga arsip-arsipnya banyak," ucap Gemala.
Ia berkisah, "Saat mau pergi dulu, Papi berpesan kepada saya agar saya membuat pustaka untuk buku-bukunya dengan membuat lantai dua di rumah." Navis lalu memberi uang untuk membangunnya. Namun Gemala belum terpikir untuk membangun museum bagi A.A. Navis. “Kalau dari Yayasan belum. Entahlah kalau nanti,” katanya.
Sastrawan Yusrizal K.W., yang dekat dengan Navis, mengatakan museum A.A. Navis sangat penting untuk menyimpan karya-karyanya. Ia menyebutkan semua kliping Navis yang selama ini tersimpan di Pusat Dokumentasi dan Informasi Kebudayaan Minangkabau (PDKM) di Padangpanjang hilang.
“Semua kliping Pak A.A. Navis yang diletakkan di sana tidak terlihat lagi. Begitu juga mikrofilm peninggalan Pak A.A. Navis di sana banyak yang rusak dan tidak terurus, padahal bagus-bagus,” kata Yusrizal. Navis adalah salah satu penggagas berdirinya PDKM yang didirikan Bustanil Arifin. Di awal Navis juga ikut mengelola PDKM. Kini PDKM dikelola Pemerintah Kota Padangpanjang.
Yusrizal berharap di PDKM didirikan museum untuk A.A. Navis karena dia kelahiran Padangpanjang. “Bagi saya, museum A.A. Navis bisa dijadikan pusat literasi. Kita bisa mengundang gen Z karena makin ke mari, generasi muda saat ini tidak lagi mengenal A.A. Navis. Kenapa? Karena mereka sudah tidak lagi membaca karya sastra di sekolah,” tutur Yuzrizal.
Budayawan Sumatera Barat Edy Utama mengatakan sebenarnya membuat museum tak begitu sulit, tinggal mengumpulkan barang-barang dan koleksinya dari berbagai pihak. “Itu akan bisa jadi museum. Tapi, menurut saya, yang paling penting itu mengaktualisasi pikiran, perilaku, dan cita-cita A.A. Navis,” kata Edy.
Ia mengatakan sosok Navis bisa menginspirasi banyak orang, dari bagaimana dia menulis karyanya, bersikap, berperilaku, hingga daya juangnya yang tanpa henti. Navis sangat humanis dan paling anti melihat orang yang tertindas. Gagasan-gagasan Navis bisa dijadikan bahan ajar dan menginspirasi. “Bisa dipelajari orang untuk menjadi Navis-Navis yang lain.”
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo