Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Film Mungkin Kita Perlu Waktu mengikuti kisah keluarga yang semakin renggang akibat sebuah peristiwa traumatis. Sutradara Teddy Soeriaatmadja mengungkapkan bahwa alur dan masing-masing karakter di film ini merepresentasikan lima tahap berduka atau five stages of grief.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Pilihan Editor: Sha Ine Febriyanti Soroti Pentingnya Komunikasi Keluarga Lewat Film Mungkin Kita Perlu Waktu
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Menurut teori yang dikembangkan oleh psikiater Elisabeth Kubler-Ross, manusia akan melalui tahap berduka saat mengalami kehilangan. Ia membaginya menjadi lima tahap, yaitu penyangkalan (denial), marah (anger), menawar (bargaining), depresi (depression), dan penerimaan (acceptance).
“Ada karakter yang fasenya denial, dia merasa baik-baik saja, ada karakter yang fasenya anger, dia merasa marah dengan kondisinya, ada karakter yang fasenya depresi, dia merasa terpuruk dan putus asa. Itu semua manusiawi sekali, dan ini yang mau kita gambarkan, bahwa setiap manusia punya kapasitas memproses trauma yang berbeda-beda," ungkap Teddy Soeriaatmadja mengenai film Mungkin Kita Perlu Waktu.
Film produksi Kathanika Films, Adhya Pictures, dan Karuna Pictures ini merilis trailer pada Jumat, 18 April 2025. Video berdurasi 1 menit 55 detik ini dibuka dengan dialog singkat yang ucapkan oleh psikolog Nana (Asri Welas) dan Ombak (Bima Azriel). “Apa yang kamu takutin?” // “Ya, saya nggak tau, di sini yang psikolog Kak Nana, kan? Kak Nana harusnya lebih tau dong!”.
Refleksi untuk Keluarga
Alur cerita film ini berotasi dari satu peristiwa traumatis, namun berusaha menyuguhkan dinamika hubungan keluarga sehari-hari, terutama masalah komunikasi. Lukman Sardi sebagai pemain sekaligus Produser Eksekutif dari Kathanika Films merasa film ini menjadi gambaran banyak keluarga di Indonesia, yang mungkin terlihat baik-baik saja, tetapi sebenarnya juga tidak hangat dan utuh.
"Ada gap di sana-sini, bisa jadi karena perbedaan generasi, sehingga cara memandang kehidupan juga berbeda. Tapi kalau terus menerus dibiarkan, akan menjadi luka dalam sebuah keluarga. Film ini justru mau menitipkan pertanyaan kepada orang tua dan para anak-anak yang sedang beranjak dewasa, kalian mau menciptakan keluarga yang seperti apa di rumah?” ujar Lukman.
Sinopsis Mungkin Kita Perlu Waktu
Kepergian Sara (Naura Hakim); sulung dalam keluarga, adalah pukulan besar bagi keluarga. Sejak saat itu, Ombak (Bima Azriel); anak kedua; depresi dengan nasibnya. Sang Ayah, Restu (Lukman Sardi) mati-matian menjaga keutuhan keluarga, dan sang Ibu, Kasih (Sha Ine Febriyanti); terus-menerus marah dengan keadaan. Tak merasa nyaman di rumah, Ombak mendapatkan semangat dari teman dekatnya, Aleiqa (Tissa Biani), dan pertolongan dari psikolog Nana (Asri Welas).
Restu dan Kasih sudah menikah puluhan tahun, tetapi komunikasinya buruk, sehingga kerap saling berasumsi. Sementara hubungan orang tua dan anak, Ombak yang meski tinggal serumah dan sering makan bersama, mereka tetap tidak tahu cara berkomunikasi yang baik satu sama lain. Sang anak terlihat selalu emosi saat berbicara dengan orang tuanya, namun justru senang saat bersama dengan temannya.
Film bergenre drama keluarga ini akan tayang di seluruh bioskop Indonesia mulai 15 Mei 2025. Produser Eksekutif film Mungkin Kita Perlu Waktu, Ricky Wijaya optimis genre ini tak kalah saing dengan film horor. "Genre ini selalu punya tempat di hati masyarakat karena mengangkat realita sehari-hari, dan selalu ada pesan yang bisa kita bawa pulang setelah menontonnya. Kami optimis film ini punya value yang besar untuk masyarakat," ungkap Ricky.