Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Dentuman drum, raungan gitar, deguman bas, pekikan vokal bergegas saling bersisian sekaligus bertumpukan. Menggelegar tanpa pengantar, single '946-Pinocchio' hadir mewakili nama band Cloudburst. Hujan badai yang muncul tiba-tiba dengan sangat intens dalam waktu sekejap.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pilihan Editor: Gitar Baru Tom DeLonge Blink-182, Fender Starcaster
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berbeda dengan lagu-lagu sebelumnya, keinginan Cloudburst untuk bermain-main terdengar dalam aransemen musik '946-Pinocchio'. Lagu yang mencomot judul film horor cyberpunk Jepang dengan nama serupa ini punya struktur lagu dengan pola yang tak linier. Di awal, ketukan drum yang seperti terdengar berantakan menjadi baton bagi cabikan bas dengan seteman rendah, sound disonan gitar diselingi teknik pinch harmonic yang menghasilkan suara ‘ngiuk’, dan vokal growl terkadang scream. Pola tersebut bertahan hingga kuplet-kuplet awal. Setelah itu, polanya berubah.
Jembatan Album Ketiga Cloudburst
Single '946-Pinocchio' tayang di pelbagai platform digital pada 7 Februari 2025. Lagu ini merupakan jembatan menuju album ketiga Cloudburst, Clear Blue Sky, yang rencananya beredar pada awal Maret 2025. Selain '946-Pinocchio', kantung album Clear Blue Sky bakal berisi single 'Justice of Pain' yang rilis pada 2023 namun dengan sentuhan baru.
Cloudburst adalah Ahmad Okta pada vokal, Justiawan Yudha pada drum, Yogi SA pada gitar, Riddho N pada bas. Band chaotic hardcore asal Yogyakarta ini muncul sejak 2011 dengan nama awal Unrest. Karena sudah ada band Jakarta Unrest, Ahmad Okta dkk., mengganti nama mereka menjadi Cloudburst pada 2013.
Seperti band genre chaotic hardcore lainnya, Cloudburst mengadon dua genre musik yang berbeda: metal dan punk. Okta merupakan basis band progresif metal Goddess of Fate. Band ini seangkatan dengan Exhumation maupun Nokturnal. Sementara Yudha merupakan drummer band powerviolence hardcore yang sudah tutup usia: Wound.
Mastering Diracik di Godcity Studios, Amerika Serikat
Setelah mengeluarkan satu split dengan Warmouth, 2 album, 1 mini-album, dan tiga single, Cloudburst bersiap merilis album ketiga: Clear Blue Sky. Materi dalam album tersebut sudah selesai direkam sejak 2023. Mastering-nya diracik di Godcity Studios, Massachusetts, Amerika Serikat, oleh Zach Weeks. Godcity merupakan studio milik gitaris Converge Kurt Balloch, salah satu empu genre chaotic hardcore. Beberapa band yang pernah masuk dapur rekaman di Godcity di antaranya Converge, Cave-In, dan Kvelertak.
Hasil mastering di Godcity bisa disimak di '946-Pinocchio'. Single ini terdengar lebih jernih ketimbang materi Cloudburst sebelumnya. Suara-suara dari instrumen yang dipakai Okta dkk terhidang lebih matang. Selain faktor Godcity, angkat gelas perlu diberikan kepada pria yang memix `946-Pinocchio': Yudha Hafsari Sagala atau Bable Sagala.
Bable adalah drummer band thrash metal Metallic Ass dan grup indie rock Risky Summerbee & The Honeythief. Ini bukan pertama kali dia membantu Cloudburst. Jejak sentuhan Bable di lagu-lagu Cloudburst sudah terekam sejak 2013. Dia pula yang memberi saran untuk layer-layer gitar di Cloudburst yang sebelumnya jarang ditemukan di musik chaotic hardcore. Contohnya solo gitar di Crimson Mask pada album self/titled Cloudburst.
Okta menjanjikan album terbaru mereka bakal lebih fluid dari lagu pertama hingga penutup. Ini berbeda dengan album self/title yang diselingi instrumental Oral Staircase di paruh kedua. Oral Staircase seakan menandakan direksi musik yang perlahan doyong setelah garang di empat lagu awal.
Album Ketiga: Clear Blue Sky
Seperti apa album ketiga Cloudburst nantinya? Okta memberi isyarat. “Saya masih ingat pertama mendengarkan Calculating Infinity (album perdana The Dillinger Escape Plan) atau Ire Works (album ketiga The Dillinger Escape Plan). Tahu-tahu albumnya habis dan saya tidak sabar untuk ngeplay lagi dari awal. Kurang lebih kami pengen bikin feel seperti itu,” kata Okta.
Jika arah musik Cloudburst bakal makin menyerempet The Dillinger Escape Plan, liriknya kian kental pengaruh JR Hayes dari Pig Destroyer. Prosaik dan deskriptif. Di '946-Pinocchio' misalnya. Gambaran tentang pergelangan tangan terpelintir, engkel kaki patah, hingga pecahan kaca sudah terlebih dulu muncul dalam lagu 'Pretty in Cast' dari album ketiga Pig Destroyer: Terrifyer. Visualisasi tersebut mencitrakan derita dan kepedihan. Sebuah undangan bagi pendengar untuk menyimak lagu-lagu bertema kengerian.
Tantangan dari notasi yang extravagant di awal lagu seperti yang disajikan Cloudburst dalam '964-Pinocchio' adalah bagaimana mempertahankan kejutan hingga akhir lagu. Agar tetap fluid, seperti bahasa Okta. '964-Pinocchio' sepertinya kurang menyuguhkan efek entakan di akhir. Setelah ngebut tanpa hambatan, track berdurasi 3 menit 30 detik ini mulai mengendur di menit ke-3. Sampai akhirnya ditutup dengan sebuah pesan: Gateway to new life.
Pilihan Editor: Avril Lavigne: Sepak Terjang Sang Punk Princess di Dunia Musik