Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
DIAN YULIASTUTI
[email protected]
Karya-karya dengan medium kaca itu tak lagi terlihat utuh. Kesembilan kaca berukuran sekitar satu meter itu masing-masing retak di beberapa tempat. Bahkan ada yang terlihat pecah, bolong, hingga terlihat kayu rangka bagian dalamnya. Kaca-kaca itu seperti bekas dihantam sesuatu yang keras.
Sepuluh seniman memang sengaja melakukan performance memecahkan kaca-kaca karya Hafiz Rancajale dalam pembukaan pameran tunggalnya di Gedung A Galeri Nasional, Jakarta. Pameran bertajuk "Social Organism" itu digelar pada 26 Mei-9 Juni 2018.
Hafiz memamerkan beragam karyanya dengan bermacam medium, dari melukis dengan tinta India dan bolpoin di kertas, video, hingga instalasi besi. Tapi yang paling menarik perhatian adalah kaca-kaca yang dihias dengan banyak pola bidang, garis, retakan, atau bagian yang pecah. Kaca-kaca itu seperti menjadi refleksi dan kerapuhan yang ada.
Selain kaca, pendiri Forum Lenteng itu menghadirkan banyak gambar atau drawing dengan tinta atau pena. Dalam ukuran kurang-lebih satu meter, pengunjung akan melihat Hafiz dengan segala emosi dan kemampuan yang terpendam selama 20 tahun. Selama 20 tahun terakhir dia memutuskan menjadi fasilitator seniman dan mendirikan lembaga yang mewadahkan daya cipta kreasi para seniman, yakni Forum Lenteng.
Ia menggoreskan pena menjadi garis abstrak, seperti pena bertinta merah berderet laksana kata-kata. Hal itu bisa dilihat dalam karya berjudul Pada Teks yang Tak Bersuara. Atau deretan garis biru dalam karya Pada Teks yang Diam. Pengunjung bisa melihat ada ketelatenan dan kesabaran yang berjejalan pada karya itu. Lihat pula karya seri berjudul Formasi yang melibatkan warna-warna menyala dan penuh dengan garis-garis geometris yang maskulin, tapi juga muncul garis atau goresan yang sangat cair serta lentur dan bernada feminin.
Karya-karyanya rasional dan membangun. Bisa jadi ini merupakan pengaruh kehidupan Hafiz yang membesarkan anak berkebutuhan khusus. “Itu sangat memengaruhi cara berpikir gue tentang apa itu rasional dan irasional. Constructive,” ujar Hafiz seperti dikutip dalam buku katalog.
Sebagai seniman yang terjun dalam medium riset atau dokumenter film, Hafiz juga menyodorkan dokumentasi rekaman dalam bentuk yang berbeda. Di ruang bagian belakang, misalnya, pengunjung bisa melihat video visual grafik suara dari rekaman beberapa tokoh seniman saat berpidato atau diwawancarai. Salah satunya adalah budayawan dan akademikus Toeti Heraty Roosseno dan seniman Hardi di sebuah acara di Taman Ismail Marzuki. Grafik audio itu divisualkan dan disemprotkan ke tembok dalam ukuran jumbo menghiasi seluruh dinding ruangan.
Karya lawas Hafiz dengan dua video yang terbentuk dari kolase beragam gambar juga tersaji di sebuah bidang dinding. Ada gambar anak balita, seorang tokoh yang berpidato, seorang perempuan salat, seorang penyanyi dangdut bergoyang erotis, dan banyak lagi aktivitas tersemprot di dinding.
Ada pula video wawancara yang meyajikan sosok Alam, laki-laki tak berpendidikan yang bercita-cita menjadi tentara yang berjuang dan disebut syuhada. Atau seniman teater yang sering dijumpai di Taman Ismail Marzuki, Jen. Lihat pula video buku yang dilempar-lempar begitu saja. Atau video yang memperlihatkan sebuah teras rumah petakan dengan dua kursi dan gantungan baju. Butuh waktu untuk mencerna apa yang ingin disampaikan Hafiz.
Dari karya Hafiz ini, mungkin kita bisa berefleksi dan mencerna sambungan-sambungan atau garis-garis yang menghubungkan kita sebagai organisme atau makhluk sosial.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo