Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta -Tak perlu mengulur waktu untuk menyampaikan kisah teror dalam sebuah film. Setidaknya itulah yang dilakukan sang sutradara, Anthony Maras saat menggarap Hotel Mumbai. Sebuah film yang berangkat dari kisah nyata di pusat perekonomian India terjadi nyaris satu dekade lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Sebuah hari biasa yang menyuguhkan peristiwa luar biasa bagi Arjun, ayah muda yang sedang gigih mengumpulkan uang menjelang kelahiran anak keduanya. Hari itu ia datang terlambat ke hotel tepat ia bekerja, sepatunya pun jatuh di tengah jalan. Masih berorientasi mengumpulkan uang, Arjun menawarkan diri untuk melayani tamu spesial di hotel hari itu, namun ditolak. Arjun kecewa, tapi siapa sangka penolakan itu merupakan juru selamat bagi hidupnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Hari biasa yang menyuguhkan peristiwa luar biasa juga berlaku bagi para pekerja hotel yang begitu antusias menyambut para tamu—adegan yang turut menjadi momen pengenalan terhadap para karakter yang hadir di film. Kita juga segera diperkenalkan pada sepuluh pemuda yang baru saja menepi setelah melalui perjalanan laut menggunakan sebuah perahu kecil.
Mereka segera membagi kelompok, menyetop taksi, lalu berpisah menuju ke beberapa titik. Teror dimulai, tanpa harus menunggu lebih lama. Dalam hitungan menit, deru tembakan dan bunyi granat meledak di beberapa titik fasilitas umum di Mumbai. Stasiun kereta, kafe terkenal ramai dikunjungi turis, serta sebuah hotel megah yang menjadi sasaran utama.
Saat suasana mulai tak terkondisikan, para pelaku teror pun bisa masuk dengan mudah. Tembakan kembali terdengar, ke segala penjuru. Malam kian mencekam. Para tamu terjebak dalam kondisi tak ada seorang pun bisa memastikan berapa jumlah teroris yang memuntahkan peluru dan peledak di dalam hotel.
Ini memang film yang bisa jadi sangat menyiksa penonton. Dalam durasi dua jam lebih penonton disuguhkan aksi teror membabi buta. Mungkin bisa jadi ada sebagian yang berpikir di saat kita harus menahan diri membagikan video aksi terorisme di media sosial, apakah sebetulnya layak peristiwa serupa diangkat dalam sebuah film—meski tak semua tokoh dan peristiwa nyata adanya—tapi melihat teroris bersenang-senang atas kematian, tetap saja membuat dada bergemuruh serta menimbulkan perasaan tak nyaman.
Malam itu jadi sangat mencekam. Anthony Maras begitu memperlihatkan banyak detail sebuah peristiwa pembunuhan yang membabi buta. Para teroris ini sesungguhnya pemuda yang masih gelisah akan tindakan yang mereka lakukan. Mereka menjalankan tugas atas nama jihad. Di sisi lain menghadapi perintah yang seolah bertolak belakang dengan ajaran agama. Misal saat harus menyentuh tubuh wanita, menembak saudara seagama--padahal mulanya diperintahkan untuk membunuh yang beda keyakinan.
Instruksi dari seseorang di seberang sambungan telepon, menjaga pikiran mereka tetap dipenuhi dendam sebagai korban ketidakadilan kelas, ras, agama sehingga terpinggirkan, jauh dari perasaan layak menikmati hidup.
Lantas agama dibawa sebagai senjata, jihad diteriakkan membalut aksi biadab. Mereka mengarahkan senjata atas nama ketidakadilan, upaya merebut hak, meneriakkan kafir dengan lantang ke setiap wajah lantas menembaki setiap tubuh, satu-persatu.
Maras juga tak luput menghadirkan komedi satir ketika para pemuda ini mencicipi pizza yang diduga mengandung daging babi lantas kembali memuntahkannya namun mencuci mulutnya dengan wine.
Dibintangi Dev Patel, Armie Hammer, Nazanin Boniadi, Jason Isaacs, dan Anupam Kher, dalam film ini Maras tak terjebak menempatkan salah satu tokoh untuk muncul dengan aksi heroik melawan teroris dan menyelamatkan para sandera. Bahkan barisan kepolisian pun nampak tak punya kemampuan mumpuni menangani serangan teror. Belum lagi, butuh waktu berjam-jam untuk mendatangkan bantuan pasukan elit bersenjata dari New Delhi ke Mumbai.
Pola tersebut membuat film ini selamat dari bingkai aksi heroik. Sebaliknya, di jam-jam menanti datangnya tim penyelamatan, para pegawai dan tamu bersusah payah mencari tempat persembunyian paling aman. Ada pula yang akhirnya berjibaku dengan para jihadis sehingga mempertaruhkan nyawa sendiri.
Sehingga kisah pasangan kaya Zahra (Nazanin Boniadi) dan David (Armie Hammer) yang meninggalkan bayi di kamar bersama pengasuh (Tilda Cobham-Hervey) untuk menikmati makan malam di restoran hotel, berkelindan dengan warga Rusia (Jason Isaacs), flamboyan yang merencanakan pesta kecil bersama beberapa wanita di kamarnya. Tamu-tamu penting ini juga terjalin dengan aksi pengabdian kepala koki (Anupam Kher) dan pelayan Arjun (Dev Patel) yang rela melakukan evakuasi di tengah kecamuk kebingungan dan ketakutan dari orang-orang bersenjata, juga keinginan bisa selamat dan kembali pada keluarga.
Kisah dalam Hotel Mumbai diangkat Maras berdasarkan hasil risetnya bersama penulis John Collee dengan mewawancarai korban dan saksi mata peristiwa yang terjadi pada November 2008. Peristiwa tersebut dikabarkan melibatkan organisasi teroris Islam Lashkar-e-Taiba yang berpusat di Pakistan. Tayang berdekatan setelah aksi teroris di New Zealand, kabarnya film ini sementara dilarang tayang di negara tersebut.
Hotel Mumbai (2018)
Sutradara: Anthony Maras
Naskah: John Collee, Anthony Maras
Aktor: Dev Patel, Armie Hammer, Nazanin Boniadi, Anupam Kher, Amandeep Singh
Durasi: 123 menit