Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Dua desa di Kecamatan Sayung, Demak, Jawa Tengah, terkena dampak abrasi parah.
Hamparan sawah hijau kini berganti dengan hamparan air laut.
Penurunan permukaan tanah mencapai 4-12 cm per tahun.
SAMBIL memegang kendali motor perahu, lelaki belasan tahun ini menelusuri kembali jejak-jejak kampungnya yang sekarang sepi tak berpenghuni. Hamparan sawah hijau yang pernah dilihatnya dulu hilang berganti dengan hamparan air laut bergelombang yang datang silih berganti.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pohon-pohon buah yang lazim tumbuh di kampung berganti dengan pohon mangrove yang berusaha melindungi kampung. Namun akhirnya mangrove itu tak berdaya oleh gelombang pasang yang makin hari makin kuat menerjang perkampungan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sisa bangunan rumah di Desa Rejosari, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, yang terendam rob, 19 Februari 2025. TEMPO/Budi Purwanto
Di Kabupaten Demak, Jawa Tengah, ada dua desa di Kecamatan Sayung yang terkena dampak abrasi parah. Seperti di Desa Bedono, ada tiga dusun, yaitu Dusun Rejosari, Bedono, dan Dusun Mondoliko, yang saat ini telah ditinggalkan penghuninya.
Pada 2006, ada 250 keluarga yang menghuni Dusun Rejosari. Namun, ketika rob merendam sawah, rumah, dan akses jalan keluar masuk dusun, warga tidak punya pilihan. Saat ada pilihan relokasi, sang penghuni pun menerima solusi yang ditawarkan pemerintah daerah.
Puing-puing bekas bangunan rumah di Desa Rejosari di Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, 19 Februari 2025. TEMPO/Budi Purwanto
Bangunan yang menjadi tempat mereka menjalani kehidupan selama puluhan tahun harus ditinggalkan bersama dengan rutinitas kehidupan yang berlangsung di sana. Rejosari menjadi dusun yang ditinggalkan. Hanya tampak rumah-rumah dan tempat ibadah yang terabaikan dan terus melapuk terendam air laut. Penurunan permukaan tanah yang mencapai 4-12 sentimeter per tahun cukup untuk mengusir warga dari rumahnya.
Tempat ibadah yang terendam rob di Desa Rejosari, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, 19 Februari 2025. TEMPO/Budi Purwanto
Apa yang terjadi di Dusun Rejosari dan dusun-dusun sekitar tak lepas dari masifnya pembangunan di daratan. Perluasan Pelabuhan Tanjung Emas dan reklamasi kawasan pesisir di Kota Semarang menjadi penyebab bertambah parahnya abrasi di wilayah sekitarnya. Garis pantai di pesisir Kecamatan Sayung sudah berkilometer menerjang perkampungan.
Bangunan rumah yang rusak terendam rob di Desa Rejosari, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, 19 Februari 2025. TEMPO/Budi Purwanto
Namun ada yang berbeda dari ketiga dusun di Desa Bedono. Warga Desa Timbulsloko, Kecamatan Sayung, memilih bertahan meski air laut telah merendam kampungnya. Mereka berusaha beradaptasi dengan bencana yang merusak rumah ataupun fasilitas umum lain. Mereka memasang tiang dan papan di dalam rumahnya, seolah-olah seperti kampung apung berdiri di atas air laut.
"Rumah apung" di Desa Timbulsloko, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak, Jawa Tengah. TEMPO/Budi Purwanto
Desa Timbulsloko di Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak, Jawa Tengah. TEMPO/Budi Purwanto
Warga melintas di jalan Desa Timbulsloko, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak, Jawa Tengah. TEMPO/Budi Purwanto
Harapan masyarakat untuk mendapatkan tanahnya kembali seperti katak merindukan bulan. Penanaman mangrove yang masif dilakukan pemerintah ataupun pegiat lingkungan sudah terlambat melindungi kampung-kampung pesisir utara Jawa Tengah. Yang bisa dilakukan masyarakat adalah beradaptasi dengan bencana di tengah krisis iklim yang melanda dunia. ●
Budi Purwanto dari Semarang membuat foto esai ini untuk Tempo
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo