Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -- Luka akibat perundungan kerap tak terlihat, tapi dampaknya bisa bertahan seumur hidup. Isu ini diangkat lewat film Rumah Untuk Alie, berkisah tentang seorang anak yang tak hanya dirundung di sekolah, tapi juga mengalami kekerasan fisik dan verbal di rumahnya sendiri. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan psikolog klinis turut menanggapi isu yang diangkat dalam film garapan sutradara Herwin Novianto ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pilihan Editor: Netizen Korea Pilih Skandal Paling Fatal bagi Karier Selebritas: Perundungan dan Prostitusi
Perundungan sebagai Fenomena Gunung Es
Komisioner KPAI, Sylvana Maria Apituley menyebut perundungan sebagai persoalan global. Ia mengutip laporan lembaga HAM dan badan PBB seperti UNICEF dan UNESCO, yang mencatat bahwa lebih dari 20 persen anak usia 12–18 tahun di dunia pernah mengalami perundungan. Di Indonesia, perundungan telah lama menjadi persoalan serius.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Lima hingga enam tahun lalu, perundungan dinyatakan sebagai salah satu masalah paling serius yang dihadapi anak-anak di sekolah. Laporan ke KPAI menunjukkan bahwa perundungan adalah bentuk kekerasan terhadap anak tertinggi kedua yang dilaporkan,” kata Sylvana dalam konferensi pers di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan pada Senin, 10 Maret 2025.
Namun, ia merinci bahwa angka itu hanya sebagian kecil dari kenyataan yang terjadi. “Ini fenomena gunung es,” ujarnya. “Banyak korban tidak melapor karena malu atau takut, terutama pada pembalasan,” kata dia menambahkan. Sylvana berharap film Rumah Untuk Alie bisa membuka mata publik untuk lebih sadar dan bertanggung jawab dengan kasus perundungan di Tanah Air.
Jajaran pemeran dan tim produksi film Rumah untuk Alie saat menghadiri konferensi pers perilisan trailer dan poster film di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan10 Maret 2025. Film ini dijadwalkan tayang 17 April mendatang. Tempo/Jasmine
Dampak Trauma Berkepanjangan
Psikolog klinis anak dan keluarga, Anna Surti Ariani, melihat kisah Rumah Untuk Alie sebagai cerminan banyak kasus yang ia temui di ruang praktik. “Kisah-kisah seperti ini banyak terjadi,” ucapnya. Dalam trailer film, Alie mengalami perundungan pertama justru dari keluarganya sendiri. “Ketika ini sudah dilakukan oleh keluarganya sendiri, ini bukan sekadar perundungan, tapi kekerasan dalam rumah tangga,” kata Anna.
Ia menjelaskan, anak yang mengalami kekerasan di rumah sering kali tumbuh dengan rasa rendah diri. “Ketika masuk ke sekolah, mereka lebih mudah menjadi korban perundungan,” ujarnya. Bahkan, jika terus berlanjut, bisa berdampak sampai usia dewasa dan terbawa saat mereka membangun keluarga sendiri. Ironisnya, tak sedikit korban yang kemudian tumbuh menjadi pelaku. “Banyak yang dulunya sering menjadi korban perundungan lalu kemudian menjadi pelaku,” ucapnya.
Tentang Adaptasi Film Rumah untuk Alie
Rumah produksi Falcon Pictures baru saja merilis trailer Rumah Untuk Alie, film yang diadaptasi dari novel viral karya Lenn Liu. Film bertema keluarga ini akan tayang di bioskop mulai 17 April 2025. Kisahnya berpusat pada Alie, gadis yang dituding sebagai penyebab kematian ibunya. Sang ayah dan saudara-saudaranya menjadikannya sasaran kemarahan. Rumah yang seharusnya menjadi tempat berlindung justru menjadi ruang penuh luka.
Novel Rumah Untuk Alie awalnya terbit di media sosial dan lebih dahulu populer sebagai cerita Alternate Universe (AU) sebelum akhirnya diterbitkan oleh Kawah Media pada 27 Februari 2024. Kisahnya populer di TikTok dan X, dengan ribuan pembaca yang terhubung dengan cerita Alie. Film ini dibintangi oleh Anantya Kirana, Rizky Hanggono, Tika Bravani, Dito Darmawan, Rafly Altama Putra, Andryan Didi, Faris Fadjar Munggaran, Sheila Kusnadi, dan Ully Triani.