Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
UNESCO membuat peringatan 100 Tahun A.A. Navis di Paris.
Peringatan 100 Tahun A.A. Navis diwarnai dengan diskusi dan kuliah umum.
Diskusi itu mendekatkan mahasiswa yang belajar kebudayaan Indonesia dengan karya sastra Indonesia.
PERINGATAN 100 tahun A.A. Navis sampai ke Prancis. United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) menggelar peringatan itu di markasnya di Paris pada Rabu, 13 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Acara bertajuk "The Shaping of Modern Indonesia: Thinking Indonesia with A.A. Navis" tersebut menyajikan diskusi dengan tiga pembicara, yakni Direktur Jenderal Kebudayaan RI Hilmar Farid, sastrawan Indonesia Ayu Utami, serta Direktur Penelitian Sciences Po Paris Romain Bertrand. Acara ini dibuka oleh Duta Besar RI untuk Prancis, Adora, Monako, dan UNESCO, Mohamad Oemar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kegiatan itu dilengkapi dengan sambutan Gemala Ranti, putri Navis yang hadir mewakili keluarga. “Kami, saya, Lenggogeni, dan Rika Anggraini—saudara-saudara Gemala—sama-sama terharu, sangat terharu, berada di gedung UNESCO, tempat foto Papi dipajang dan di layar besar ditayangkan film Papi yang dibuat oleh Yayasan Lontar. Papi bicara di sana. Itu serasa Papi hidup," ujar Gemala yang diwawancarai Tempo melalui pesan pendek.
Keluarga berdoa agar hal itu menjadi amal jariah bagi Navis dan karya-karyanya makin bermanfaat bagi masyarakat, baik lokal, nasional, maupun dunia. "Sebab, makin banyak buku karya beliau yang diterjemahkan dalam berbagai bahasa,” ujarnya. Ia juga berharap buku-buku karya Navis yang ada di rumahnya dapat dimanfaatkan oleh orang banyak. Mereka akan membahasnya; apakah akan dibuatkan museum atau perpustakaan umum.
Gemala lalu mengutip omongan Navis sewaktu masih hidup. Kala itu, Navis mengatakan perhatian pemerintah kepada seniman, sastrawan, dan budayawan tidak ada. "Alhamdulillah kini mulai ada perhatian. Keluarga besar berterima kasih kepada pemerintah Indonesia melalui Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa serta UNESCO. Semoga menjadi inspirasi untuk sastrawan lain,” tuturnya.
Gemala mengatakan upaya membangkitkan literasi sastra melalui peringatan 100 tahun A.A. Navis ini sangat membanggakan. Ia berharap perhatian pemerintah kepada Navis ini menjadi langkah awal dan berlanjut kepada sastrawan dan budayawan lain serta terus meningkat. "Kami berharap makin banyak sastrawan dan budayawan yang diusulkan dan ditetapkan seperti apa yang dilakukan kepada A.A. Navis."
Peringatan 100 tahun AA Navis di kantor UNESCO, Paris, Prancis, 13 November 2024. Foto: Gemala Ranti
Awalnya keluarga tidak tahu akan ada perayaan 100 tahun A.A. Navis oleh UNESCO. “Tahunya dari berita di media. Kami dari keluarga semua kaget dan berusaha mencari tahu," ujar Gemala. Ternyata, Gemala melanjutkan, pengusulnya adalah Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi pada tahun lalu. "Kami dari keluarga diundang satu orang ke kantor UNESCO di Paris dan kami hadir bertiga. Saya bersama dua saudara saya.”
Ia mengatakan setiap tahun ada tokoh di dunia yang diperingati tahun kelahirannya di UNESCO. "Jadi, untuk A.A. Navis yang diperingati ke-100 tahun ini."
Kegiatan peringatan itu diwarnai kuliah umum dan gelar wicara Modern Indonesia from the Development of Its Literary Thought di Amphitheater Pierre Choderlos de Laclos, Universitas La Rochelle, Prancis, pada Kamis, 14 November 2024. Narasumbernya adalah Ayu Utami, Esha Tegar Putra, dan Dhianita Kusuma. Adapun moderatornya Duta Besar Indonesia untuk Prancis, Mohamad Oemar.
Gemala menuturkan antusiasme para peserta yang hadir pada saat itu sangat besar. Diskusi itu diikuti oleh mahasiswa Indonesia dan mahasiswa Prancis yang sedang belajar bahasa Indonesia. “Dari beberapa diskusi selama di Paris, sangat terlihat banyak harapan untuk kembali belajar pada nilai-nilai sastra dan budaya seperti A.A. Navis."
Adapun Esha mengatakan apresiasi terhadap Navis sangat bagus dan diskusi berlangsung menarik. Karya-karya dan penghargaan terhadap Navis, menurut dia, dibaca dalam konteks kekinian dan situasi kebangsaan mutakhir. "Jadi, tidak hanya membahas persoalan sastra dan Minangkabau sebagai lanskap, tapi juga konteks Indonesia lebih besar dan konteks global."
Menurut Esha, memperkenalkan Navis dalam diskusi yang diikuti mahasiswa yang belajar bahasa dan kebudayaan Indonesia mendekatkan mereka dengan karya sastra Indonesia. Perayaan ini, kata dia, akan menjadi titik pijak terhadap perayaan-perayaan bagi sastrawan, seniman, dan budayawan lain di UNESCO atau di tempat-tempat lain.
“Jadi, ini dalam rangka memartabatkan sastra dan kebudayaan Indonesia di tingkat global.”
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo