Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Rumah tradisional Bali disebut ramah lingkungan dan mendukung kesehatan jiwa.
Butuh lahan sedikitnya 700 meter persegi karena rumah terdiri atas banyak bangunan dan taman di tengahnya.
Dapat ditinggali oleh banyak keluarga.
TABANAN – Bangunan di sisi timur Museum Subak, Kabupaten Tabanan, itu tampak tak terawat. Alang-alang yang dijadikan hiasan di pucuk pagar yang mengelilingi rumah tradisional Bali itu rusak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pengelola tidak punya dana untuk menggantinya. “Pada 2014 kami coba hitung, untuk pagar saja bisa habis sampai Rp 70 juta hingga Rp 80 juta,” kata Ida Ayu Ratna Pawitrani, Kepala Unit Pelaksana Teknis Museum Subak, kepada Tempo di lokasi, pada Jumat pekan lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rumah adat Bali menjadi satu fasilitas di Museum Subak. Pagarnya sengaja dipasangi alang-alang untuk menambahkan aksen klasik ala rumah tradisional Bali. Tinggi pagar tembok itu sekitar 1,5 meter dan memanjang 200-an meter melingkari tujuh bangunan.
Di rumah tradisional Bali itu, ada bale daja (bangunan hulu/utara), bale dauh (ruang tamu), dapur, merajan (tempat sembahyang), dan bale dangin (tempat persiapan upacara). Hampir semuanya beratap alang-alang. Ayu Ratna menunjuk atap alang-alang itu ikut membuat rumah adat Bali disebut sebagai rumah ramah lingkungan.
Rumah tradisional Bali di Museum Subak, Tabanan, Bali, 3 Juni 2022. Tempo/Made Argawa
"Dulu, alang-alang mudah didapatkan," ujar Ayu Ratna. Atap ilalang, dia melanjutkan, merupakan pengontrol suhu ruangan. Saat suhu panas, suasana di dalam rumah akan terasa sejuk. Sebaliknya, saat musim hujan, ruangan akan terasa hangat. Dengan demikian, seperti di Museum Subak, penghuni tidak membutuhkan penyejuk udara atau AC.
Sayangnya, kini alang-alang (Imperata cylindrica) semakin sulit didapatkan sehingga harganya jadi tinggi. Ayu Ratna menghitung biaya penggantian seluruh atap rumah tradisional Bali di Museum Subak itu mencapai Rp 300 juta. "Saat ini, yang biasanya menggunakan alang-alang sebagai atap cuma vila dan hotel," kata dia.
Selain mahal, masa pakai alang-alang sebagai penutup rumah dinilai singkat, berkisar tiga hingga empat tahun. Ayu Ratna mengatakan penggunaan pupuk kimia membuat ilalang dagangan berumur pendek. Berbeda dengan alang-alang liar, yang bisa dipakai sebagai atap selama lebih dari lima tahun. Dia mengatakan, juga tersedia alang-alang sintetis yang lebih tahan banting, tapi mesti ditebus dengan harga lebih tinggi. "Pemasangannya juga butuh waktu lebih lama jika dibanding menggunakan genting," ujarnya.
Aling-aling di rumah tradisional Bali di Museum Subak, Tabanan, 3 Juni 2022. Tempo/Made Argawa
Rumah adat Bali disebut bisa dijadikan cetak biru rumah ramah lingkungan, seperti yang diberitakan 360info--situs penyedia informasi terbuka yang dikelola Monash University, Melbourne, Australia, beberapa waktu lalu. Penulisnya, Ni Wayan Meidayanti Mustika, dosen arsitektur Universitas Warmadewa, Denpasar, menilai rumah tradisional Bali ramah lingkungan karena sirkulasi udara yang maksimal bisa menyingkirkan mesin penyejuk udara.
Taksiran Biaya Membangun Rumah Tradisional Bali
Tidak semua orang bisa membangun rumah seperti rumah tradisional Bali. Masalahnya ada di lahan. “Jika mau dikatakan ideal, satu rumah paling tidak luasnya tujuh sampai sepuluh are atau 1.000 meter persegi,” ujar Ayu Ratna. Bahkan rumah adat Bali di Museum Subak cuma 600 meter persegi.
Siapa yang bisa membeli tanah 700 meter persegi? Badan Koordinasi Penanaman Modal menyebutkan, dengan harga rata-rata Rp 3,17 juta per meter persegi, harga tanah di Indonesia termasuk yang tertinggi di Asia Tenggara. Jadi, butuh modal sedikitnya Rp 2,2 miliar untuk membeli lahan saja. Bagaimana dengan di DKI Jakarta, yang semeter persegi lahan bisa dihargai Rp 24 jutaan? Lahan untuk rumah adat Bali bisa ditebus dengan Rp 16,8 miliar.
Meski demikian, perhitungan biaya itu bisa jadi lebih ekonomis karena rumah tradisional Bali merupakan tempat tinggal keluarga besar. Jadi, hunian bernilai belasan miliaran rupiah itu bisa dinikmati lebih dari satu keluarga, dari kakek-nenek, anak-mantu, sampai cucu-cucu mereka.
Konsep tinggal bersama ini, oleh Ni Wayan Meidayanti Mustika, membuat rumah tradisional Bali disebut ramah kesehatan jiwa. Sebab, ia menghindarkan penghuninya dari ancaman kesepian seperti yang dialami banyak penghuni hunian vertikal.
REZA MAULANA | MADE ARGAWA (TABANAN)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo