Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kalimat sederhana dari monolog Ian Antono (Iqbaal Ramadhan) membuka Perayaan Mati Rasa langsung ke inti kegelisahan sang tokoh. Suaranya datar, nyaris tanpa emosi. Beban yang ia pikul bukan sekadar tanggung jawab, melainkan juga perasaan kalah—terhadap adiknya, kehidupan, dan mungkin dirinya sendiri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ian, seorang musisi indie dengan band bernama Midnight Serenade, digambarkan sebagai sosok yang tenggelam dan terasing dalam dunianya. Sedangkan lawan mainnya, Uta Antono (Umay Shahab), adalah seorang podcaster sukses yang menjadi kesayangan orang tua mereka.
Midnight Serenade: Musik sebagai Bahasa Luka
Midnight Serenade, band yang menjadi wadah bagi Ian, adalah elemen yang lebih dari sekadar pelengkap. Musik mereka membawa penonton pada perjalanan emosional yang terasa sangat autentik. Lagu-lagu seperti ‘Laut’ tidak hanya menjadi pengiring adegan, tapi juga berfungsi sebagai narasi alternatif. Lirik yang lugas tetapi tajam mencerminkan perasaan Ian yang sulit ia ungkapkan dalam kata-kata.
Penggunaan musik sebagai alat untuk menggambarkan dinamika karakter terasa sangat efektif. Selain Ian, Midnight Serenade dipunggawai oleh Ray Alvero (Devano Danendra), Saka Wijaya (Dul Jaelani), dan Dika Ardana (Randy Danistha), membawa euforia yang melengkapi karakter Ian. Adegan-adegan panggung mereka menciptakan kontras yang kuat dengan suasana rumah Ian yang dingin dan penuh jarak.
Sinematografi dan Kelemahan Subplot
Secara visual, Perayaan Mati Rasa bermain dengan kontras yang tajam. Dunia Midnight Serenade dipenuhi cahaya dan warna-warna hangat, menggambarkan pelarian Ian ke dalam mimpinya. Sebaliknya, rumah keluarga Antono direpresentasikan dengan palet warna yang lebih pudar. Visual ini mempertegas perbedaan antara dua dunia Ian—dunia mimpi dan realita.
Ada beberapa adegan yang terasa terlalu panjang, seolah mengulur emosi tanpa benar-benar memberikan alur penting dan fungsional pada cerita. Namun, dialog dalam film sebagian besar berhasil menggambarkan konflik keluarga yang nyata. Percakapan Ian dan Uta terasa seperti perdebatan sehari-hari antara kakak dan adik yang tidak pernah sepenuhnya akur. Titik balik hubungan keduanya justru terjadi saat kehilangan sang ayah.
Plot film ini menarik walaupun cenderung bermain aman. Kehadiran teknologi AI untuk memalsukan suara sang ayah adalah ide yang segar, dan cukup baik dimanfaatkan sebagai cerita sisipan. Tapi, subplot yang mengangkat konflik Midnight Serenade dengan label musik yang memanfaatkan tragedi keluarga terasa terlalu kaku dan terburu-buru.
Chemistry dan Pesan dalam Film
Iqbaal Ramadhan memberikan performa terbaiknya sebagai Ian yang membawa beban emosional karakter ini dengan natural, seperti tangisan, kemarahan, dan keputusasaan. Tidak ada momen yang berlebihan; semua disampaikan dengan presisi. Umay Shahab, sebagai Uta, menjadi karakter penyeimbang. Ia menggambarkan adik yang sukses tapi tetap menyimpan kerinduan pada kakaknya. Umay cukup berhasil membagi perannya dalam film, terutama karena ia juga merupakan sutradara dari film ketiganya ini.
Sorotan lain layak diberikan pada debut film Priscilla Jamail sebagai Dinda Juwita, sahabat Ian yang menjadi pendengar sekaligus pemberi nasihat. Dinda adalah suara rasional dalam dunia Ian yang penuh konflik. Priscilla berhasil menghadirkan karakter ini dengan kehangatan dan ketulusan, membuat interaksinya dengan Ian menjadi salah satu elemen yang menyegarkan di tengah atmosfer film yang cukup berat.
Perayaan Mati Rasa adalah film yang menyentuh emosi penonton lewat perpaduan drama keluarga dan musikalitas yang kuat. Meski beberapa subplot terasa kurang matang, kekuatan emosional film ini tetap sampai pada penonton, terutama lewat akting memukau Iqbaal Ramadhan dan Umay Shahab. Film ini mengingatkan bahwa keluarga, dengan segala konflik dan luka, tetap menjadi tempat mencari kehangatan. Dengan durasi 2 jam 5 menit, film produksi Sinemaku Pictures ini berhasil menyampaikan pesan bahwa kejujuran dan cinta adalah kunci untuk menyembuhkan luka terdalam. Perayaan Mati Rasa dijadwalkan tayang Rabu, 29 Januari 2025 mendatang di bioskop Tanah Air.