Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Setiap keluarga mempunyai caranya sendiri dalam menghadapi masalah. Ada yang terbuka dan saling mendukung, ada pula yang memilih diam, atau membiarkan luka mengendap hingga tanpa sadar menjadi bom waktu. Inilah yang ingin disampaikan Sha Ine Febriyanti lewat film terbarunya, Mungkin Kita Perlu Waktu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pilihan Editor: Tissa Biani dan Tantangan Peran Pengidap Bipolar di Film Mungkin Kita Perlu Waktu
Sha Ine Febriyanti: Pentingnya Komunikasi Keluarga
Dalam kunjungannya ke Tempo pada Selasa, 18 Maret 2025, Sha Ine menyoroti pentingnya komunikasi dalam keluarga, yang juga menjadi nilai penting dalam film ini. “Di dalam satu rumah tangga kalau komunikasinya nggak sehat, itu pasti akan oleng,” ucapnya. Ia merinci, konflik dalam keluarga sering kali berasal dari persoalan yang tak terlihat di permukaan, tapi perlahan menggerogoti hubungan antar anggota keluarga.
“Nanti akhirnya menjadi bom waktu pada saatnya,” kata dia melanjutkan. Bagi aktris kelahiran 1976 itu, film karya sutradara Teddy Soeriaatmadja itu bukan sekadar tontonan, melainkan contoh bagaimana komunikasi yang buruk dapat berujung pada kehancuran hubungan dalam keluarga. “Ini bukan parenting yang secara verbal memberi tahu, tapi kami kasih contoh bahwa komunikasi itu penting. Mengenali bahwa kita yang bermasalah itu penting,” ujarnya.
Sosok Orang Tua Juga Korban
Dalam Mungkin Kita Perlu Waktu, Sha Ine berperan sebagai Kasih, seorang ibu yang harus menghadapi kehilangan putrinya, Sara. Karakter ini, bersama suaminya, Restu, digambarkan sebagai orang tua yang mempunyai perbedaan pandangan dalam menangani trauma anaknya, Ombak. Namun, bagi Sha Ine, mereka bukanlah orang tua yang gagal, melainkan juga korban dari keadaan.
“Mereka korban, sebenarnya. Mereka orang-orang yang merasa gagal untuk melampaui cobaan yang terjadi, melampaui sebuah kehilangan,” kata ibu dua anak itu. Ia merinci, film ini menunjukkan ketika setiap anggota keluarga memiliki persepsi yang berbeda dalam menghadapi duka, namun justru kerap berbenturan satu sama lain. “Tiga-tiganya hancur. Lama-lama ya sudah, nggak bisa diselamatkan. Yang hanya bisa menyelamatkan adalah kebesaran hati kita untuk menerima,” ungkapnya menambahkan.
Pendekatan Akting yang Berbeda
Bagi Sha Ine, perannya di Mungkin Kita Perlu Waktu memiliki tantangan tersendiri dibandingkan dengan film-film sebelumnya. Di bawah arahan Teddy Soeriaatmadja, ia merasa pendekatan yang digunakan cukup berbeda dari yang biasa ia alami.
“Yang menarik dari film ini, justru pengarahanku nggak sekeras film-film yang lama-lama. Teddy punya sistem yang menarik dalam nge-direct pemainnya, supaya pemainnya mengerahkan akting dengan tepat, efektif, nggak terlebih,” tuturnya. Ia juga mengungkapkan bahwa proses riset untuk peran ini tidak memakan waktu lama, karena Teddy sendiri yang menulis dan menyutradarai film tersebut. “Dia tahu betul apa yang dia mau. Dia memantik potensi yang ada di aku, yang diperlukan saja,” kata Sha Ine.
Mungkin Kita Perlu Waktu mengisahkan Ombak (Bima Azriel), remaja yang dihantui rasa bersalah atas kematian saudara perempuannya, Sara. Sementara itu, kedua orang tuanya, Restu (Lukman Sardi) dan Kasih (Sha Ine Febriyanti), juga bergulat dengan kehilangan yang sama, tetapi memilih cara berbeda untuk menghadapinya. Dalam pencariannya akan ketenangan, Ombak bertemu Aleiqa (Tissa Biani), seorang gadis pengidap bipolar yang justru membawa dinamika baru dalam hidupnya. Film ini telah tayang perdana di Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) 2024 dan dijadwalkan rilis di bioskop pada 15 Mei 2025.
Pilihan Editor: Wawancara Sha Ine Febriyanti: Stigma Kesehatan Mental dan Alasan ke Psikolog Bukan Hal Tabu
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini