Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia berangkat dari jalanan. Bahkan nama "Kempot" berasal dari jalanan. Kempot merupakan singkatan dari Kelompok Penyanyi Trotoar. Dulu, Didi Kempot mengamen di trotoar jalanan, bus kota, hingga rumah-rumah di Jakarta. Suatu kali, ketika mengamen di sebuah rumah, dari jendela seseorang menyodorkan uang lumayan banyak. "Setelah kami jalan, baru dia tepuk-tepuk (memanggil)," ujar Didi Kempot dalam sebuah acara di stasiun televisi tahun lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ternyata yang memberikan uang itu adalah kakaknya, Mamiek Prakoso (almarhum), anggota Srimulat, yang sedang bertandang ke rumah tersebut. Kala itu, Mamiek telah menjadi orang sukses di dunia hiburan. Adapun Didi tinggal bersama temannya di daerah Slipi, Jakarta. Meski begitu, ia tidak menumpang kesuksesan kakaknya. Ia berjuang sendiri menembus industri hiburan dengan lagu-lagu campursari.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kini Didi Kempot telah tiada saat berada di puncak ketenarannya. Lelaki bernama asli Didik Prasetyo itu meninggal di RS Kasih Ibu, Solo, kemarin, karena serangan jantung. Ia akan dimakamkan di Ngawi, Jawa Timur. "Kami cukup terkejut dengan kabar ini," kata Wali Kota Surakarta F.X. Hadi Rudyatmo, ketika dihubungi, kemarin. Hadi, yang langsung berangkat ke rumah sakit setelah mengetahui kabar itu, mengaku sempat berkomunikasi dengan Didi Kempot melalui telepon beberapa hari lalu. "Saat itu dia baik-baik saja."
Kali ini bukan hanya lagunya yang mellow membungkus patah hati, tapi kepergiannya benar-benar membuat patah hati Sobat Ambyar-para penggemarnya-dan pencinta musik campursari. Sejak pagi, ungkapan duka di media sosial sudah membanjiri lini masa. Namanya menjadi trending topic di Twitter. Belakangan ia memang menjadi idola remaja dan dijuluki sebagai Godfather of Broken Heart, Lord of Broken Heart. Basis penggemarnya meluas, bukan hanya kalangan dewasa yang mengenalnya sejak menembang Stasiun Balapan pada 1990-an.
Jadwal konsernya padat. Ia selalu ditunggu-tunggu. Terakhir, ia tampil dalam "Konser Amal dari Rumah" pada Sabtu, 11 April lalu. Nilai akhir donasi yang diperoleh dari konser itu sekitar Rp 7,6 miliar. Tak hanya itu, ia pun menciptakan tembang Aja Mudik, yang meminta pendengarnya tak mudik untuk memutus rantai penyebaran virus corona. Dalam videonya, ia menggandeng sejumlah pejabat di Surakarta, termasuk Wali Kota Surakarta.
Didi mengatakan lagu ini menggelitik dan menghibur mereka yang berada di rumah dalam situasi tegang. "Saya ngasih imbauan, tapi dengan gaya jenaka," ujar dia saat ditelepon Tempo, Senin petang, 4 Mei lalu. Ia menyanyikan lagu itu dengan notasi anak-anak agar diterima semua kalangan. Lagu lain yang dia ciptakan di tengah pandemi ini berjudul Tamba Teka Lara Lunga (obat datang, penyakit hilang).
Lelaki kelahiran Surakarta, 31 Desember 1966, itu terlahir di keluarga seniman tradisional. Ayahnya, Ranto Edi Gudel, adalah pelawak dan pemain ketoprak. Adapun ibunya, Umi Siti Nurjanah, penyanyi keroncong. Ia dan kakaknya, Mamiek, suka diajak ketika ayahnya main ketoprak. Ia menjadi pemusik jalanan sejak 1984 di Surakarta. Beberapa tahun kemudian, ia hijrah dan menjadi pengamen di Jakarta.
Didi selama 30 tahun malang-melintang di dunia musik Tanah Air. Lagu-lagunya yang berbahasa Jawa itu melankolis serta banyak berkisah tentang rasa kehilangan, luka, dan patah hati. Para anggota Sobat Ambyar berbondong-bondong mendatangi konser dan merayakan kesedihan dengan bernyanyi. "Iya, kesedihan itu juga bisa dirayakan. Boleh sakit hati, tapi jangan keterusan. Sedih boleh, tapi jangan berlarut-larut, enggak baik," ujar Didi kepada Tempo, Oktober 2019, sebelum berpentas di halaman DPR RI.
Iring-iringan warga mengantar jenazah penyanyi campursari Didi Kempot di Sumber, Surakarta, Jawa Tengah, kemarin.
Ia mengaku cukup terkejut lagunya kembali meledak dan digemari anak muda. Para gadis muda tak lagi malu-malu berjoget di depan panggung dan ikut menyanyi. Ia merasa karyanya terlahir kembali. "Anak-anak mudalah yang jadi jurinya. Mereka menentukan Didi Kempot layaklah ditonton lagi," ujar dia. Ia mengaku hal itu membuatnya bersemangat. "Kayaknya saya diberikan Tuhan hidup untuk menulis lagu tentang tema-tema itu. Dan saya rasa tema lagu-lagu semacam itu di seluruh dunia, yang mellow-mellow, awet."
Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hilmar Farid menyebut Didi Kempot sebagai sosok yang berhasil menaikkan dan melestarikan budaya asli Jawa dengan tetap menggunakan bahasa Jawa dan tradisi Jawa. Namun musiknya mampu menghibur semua kalangan, tak hanya dari Jawa. "Lihat saja semua lagunya kebanyakan berbahasa Jawa. Mas Didi juga mengenakan busana Jawa, tapi tidak menjadi Jawasentris. Tidak hanya anak muda Jawa yang mencintai musik dan karyanya," ujar Hilmar.
Bukan hanya penggemar di Indonesia yang merasa kehilangan Lord of Broken Heart itu. Di Suriname, penggemarnya juga ikut bersedih. "Meninggalnya Didi Kempot merupakan sebuah kehilangan besar," ujar Jurmic Partodongso, mantan penyiar di Suriname, seperti ditulis DWTOnline.com. Didi memang mondar-mandir ke Suriname, bahkan disebut sebagai penyanyi paling populer di sana. Pada 2018, Didi Kempot menerima penghargaan dari Presiden Suriname Desi Bouterse atas kecintaannya kepada negeri itu.
Namun impiannya belum sempat diwujudkan, yakni membuat sebuah lagu yang bisa seterkenal lagu karya (almarhum) Gombloh, Kebyar-kebyar. "Diterima banyak orang, tentang kebangsaan, maknanya sangat dalam," ujar Didi.
Ia juga ingin menciptakan sebuah lagu religi dan berduet dengan Habib Syech bin Abdul Qodir Assegaf, yang kondang dengan salawatannya. "Keinginannya sudah diutarakan sebelum Ramadan kemarin," ujar Abdul Karim, pengasuh Pondok Pesantren Al Quraniy Azzayadiy, Solo, yang dekat dengan Didi Kempot. Gus Karim, yang bertemu dengan Didi beberapa hari lalu, mengatakan Didi belakangan ini dekat dengan urusan agama.
MAHARDIKA | AHMAD RAFIQ | DWTONLINE | CULTURU | DIAN YULIASTUTI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo