Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Film horor Di Ambang Kematian mendapat respons positif di bioskop dengan klaim 900 ribu lebih penonton.Â
Film Di Ambang Kematian diangkat dari cerita pendek seram di media sosial Twitter.
Gabungan cerita horor dan keluarga menjadi nyawa kuat film garapan sutradara Azhar Kinoi Lubis itu.Â
Perasaan Heni Damayanti bercampur aduk setelah keluar dari salah satu bioskop di pusat belanja di Jakarta Pusat, Kamis lalu. Perempuan 39 tahun itu mengaku lega sekaligus menyesal setelah menonton salah satu film horor lokal berjudul Di Ambang Kematian.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Musababnya, film berdurasi 97 menit itu meninggalkan rasa ngeri yang masih menempel di pikirannya. Film yang disutradarai Azhar Kinoi Lubis ini mengangkat cerita yang sempat viral di media sosial Twitter pada pertengahan April tahun lalu. Cerita yang ditulis berbentuk utas tersebut setidaknya ditonton dan disukai 119 ribu kali.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Cerita singkat tersebut ditulis oleh akun Twitter JeroPoint, yang diklaim diangkat dari kisah nyata. Cerita itu mengisahkan Nadia, seorang anak bungsu dari dua bersaudara, yang membeberkan aib keluarga. Kedua orang tua Nadia disebut sebagai pelaku pesugihan.
Pesugihan dilakukan sang ayah agar mendapat kekayaan berlimpah. Namun pesugihan pasti meminta tumbal. Awalnya sang ayah, Suyatmo, hanya memberikan tumbal kepala kambing hitam pada setiap malam Selasa.
Singkat cerita, tumbal yang diminta berubah dari kepala kambing hitam menjadi nyawa anggota keluarga, yakni sang ibu, yang berujung meninggal pada 2002. Lalu berlanjut pada nyawa anak pertama sepuluh tahun kemudian. Sepuluh tahun setelahnya, giliran nyawa Nadia yang menjadi target tumbal pesugihan Kandang Bubrah.
Dalam cerita tersebut, sang iblis yang menjadi biang pesugihan digambarkan berbentuk menyerupai manusia tinggi besar dengan rambut hitam di sekujur tubuhnya. Ngerinya, iblis itu berkepala kambing dengan mata merah dan tanduk melingkar nan tajam.
Film Di Ambang Kematian. Dok. Indonesin Film Center
Bagi Heni, sosok iblis berkepala kambing inilah yang membuat dia penasaran. "Kalau hanya membaca ceritanya, imajinasi kita liar menggambarkan sosok iblis ini," kata perempuan yang bekerja sebagai penulis freelance itu.
Rupanya, sosok iblis yang divisualisasikan dalam film Di Ambang Kematian jauh lebih mengerikan dibanding imajinasi Heni. Beberapa adegan seram dan sadis yang dilakukan iblis berkepala kambing tersebut membuat perempuan berkaca mata itu ketakutan. "Merinding dan bikin mual," ujar dia.
Meski begitu, Heni puas atas suguhan horor film itu. Bahkan, menurut dia, cerita versi film jauh lebih mengesankan dibanding sekadar cerita di Twitter. Sejatinya, JeroPoint sempat menulis cerita Di Ambang Kematian dalam bentuk buku digital. Namun Heni mengaku belum sempat membaca versi tersebut.
Pujian juga diberikan Amira Hanifa. Perempuan berhijab berusia 28 tahun itu juga puas atas sensasi horor film produksi MVP Pictures tersebut. Menurut dia, beberapa unsur film horor dalam Di Ambang Kematian punya nilai ciamik, dari unsur jump scare, gore, hingga rasa sesak sepanjang film.
"Ada cerita keluarga di dalamnya dan itu cukup kuat. Jadi bukan cuma bercerita soal horornya," tutur perempuan yang bekerja untuk salah satu perusahaan produk perawatan kulit itu.
Amira juga menyoroti tema pesugihan yang sebenarnya cukup dekat dengan kehidupan masyarakat, terlebih masyarakat Jawa. Walhasil, cerita yang disajikan lebih mudah diterima dan cepat masuk ke pikiran penonton. Menurut Amira, gambaran properti sesajen dan hal-hal yang berkaitan dengan ritual pemujaan sangat sukses menghadirkan rasa takut.
Selain itu, Amira memuji para pemain yang tidak diisi banyak aktor bintang. Hanya ada nama Teuku Rifnu Wikana sebagai Bapak atau Suyatmo dan Kinaryosih sebagai Ibu yang cukup dikenal.
Aktor lain, yakni Taskya Namya sebagai Nadia dan Wafda Saifan sebagai Yoga, juga mampu tampil ciamik. Adu akting antara Taskya dan Teuku Rifnu juga layak diacungi jempol. Keduanya mampu menampilkan hubungan ayah dan anak yang terjebak dalam petaka besar.
"Peliknya hubungan dan masalah mereka mampu digambarkan dengan sempurna."
Tangkapan layar Wafda Saifan (kiri) dan Taskya Namya dalam film Di Ambang Kematian. Dok. Indonesian Film Center
Bagi sutradara Azhar Kinoi Lubis, menggarap film horor bukanlah hal baru. Ia pernah mengerjakan film seram Kafir: Bersekutu dengan Setan (2018), Ikut Aku ke Neraka (2019), Mangkujiwo (2020), Mangkujiwo 2 (2023), dan Spirit Doll (2023). Belum lagi beberapa film seri bertema horor yang pernah ia garap, seperti Ritual the Series (2021) dan Keramat (2023).
Meski begitu, Kinoi menyebutkan film Di Ambang Kematian memberi tantangan baru. Sebab, baru kali ini ia mengerjakan film berdasarkan kisah nyata dari sebuah cerita yang ditulis di Twitter. Menurut sutradara 43 tahun itu, selalu ada tantangan yang lebih besar bagi seorang sutradara ketika mendapat tugas memfilmkan sebuah cerita dari novel atau cerpen.
"Bagaimana kami menghidupkan tulisan-tulisan yang ada di cerita menjadi visual," kata Kinoi kepada awak media, 22 September lalu.
Kinoi mengaku membutuhkan waktu cukup lama untuk mengimajinasikan adegan horor yang gila dan layak guna menggambarkan kengerian cerita film itu. Walhasil, komunikasi dilakukan secara intensif antara sutradara, penulis cerita, produser, dan pemain. "Biar tidak sekadar mendokumentasikan tulisan, tapi juga bisa menonton apa yang kita baca itu hidup."
Produser Di Ambang Kematian mengklaim film tersebut hingga kemarin sudah ditonton lebih dari 900 ribu orang sejak pertama kali tayang pekan lalu. Dengan catatan tersebut, bisa jadi film ini akan masuk jajaran film horor paling laris di Indonesia.
INDRA WIJAYA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo