Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Sutradara Eko Polenk membuat Topeng Malang Menolak Punah.
Film dokumenter ini menceritakan seni tari topeng Malang, yang berada di tubir kepunahan karena para senimannya kian sepuh.
Topeng Malang Menolak Punah ditayangkan untuk pertama kali di Borobudur Writers and Culture Festival pada akhir bulan lalu.
Gemercik suara air terdengar jelas. Seorang laki-laki mencuci muka dari sungai tersebut. Tak lama, sorot kamera merekam pepohonan kamboja di permakaman dengan alunan gamelan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Nasai—nama laki-laki itu—merupakan pencinta seni tari topeng Malang. Dia menjadi benang merah dalam Topeng Malang Menolak Punah. Film dokumenter karya Eko Polenk ini diluncurkan pada akhir bulan lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Nasai menelusuri pusara tokoh sentral topeng Malang. Mereka yang telah dilupakan dunia kesenian. Di antaranya makam Mbah Rasimun di Desa Wangkat, seniman tari topeng Malangan Gunung Sari yang aktif hingga 1980-an, sebelum meninggal pada 2004. Mbah Rasimun merupakan guru dari maestro tari Didik Nini Thowok.
Tangkapan layar Film Topeng Malang Menolak Lupa. Dok. Mooi Films
Film Topeng Malang Menolak Punah disajikan dengan suasana suram dan iringan gending bertempo lambat. Sekilas, mirip penggambaran film horor. “Akan benar jadi horor kalau topeng Malang punah. Berarti kita kehilangan entitas kebudayaan kita,” ujar Yosoft, produser film Topeng Malang Menolak Punah, kepada Tempo pada Kamis, 14 Desember lalu.
Saat ini seni tari topeng Malang memang masih hidup di sanggar-sanggar tari kota dan kabupaten di Jawa Timur tersebut. Namun, Yosoft melanjutkan, para pelakunya telah sepuh dan sebagian didera kepikunan.
Seperti judulnya, film ini merupakan upaya untuk mencegah kepunahan seni tari topeng Malang. Film dokumenter ini digarap Eko Polenk dkk pada Agustus lalu dan tayang perdana di Borobudur Writers and Culture Festival pada 27 November lalu. Topeng Malang Menolak Punah juga akan ditayangkan secara terbatas di Surabaya, Yogyakarta, Bandung, Cirebon, dan Jakarta.
Yosoft mengatakan pemutaran film itu akan dilengkapi pertunjukan tari dan foto. Jadi penonton juga dapat menyaksikan langsung seni tari topeng Malang berikut cerita di baliknya. “Ini tidak sekadar penayangan film, tapi juga bentuk advokasi kami,” ujarnya.
Film ini mengupas topeng Malang yang tidak sekadar perayaan. Seni tari ini punya sisi mistis dan ritual, seperti budaya kejawen lainnya. Namun hal itu banyak ditinggalkan, menyisakan gerak dan tepuk tangan dari pentas yang nyaris tanpa makna.
Topeng Malang selalu dipentaskan dengan tari dan dalang. Ciri khas topengnya adalah tiga tali yang diikatkan di kepala sehingga penari tak perlu menggigit topeng. Dalam Topeng Malang Menolak Punah, Nasai bertemu dengan Ki Soleh Adi Purnomo, pelaku seni tari topeng Malang.
Ki Soleh Adi Purnomo. Dok. Mooi Films
Ki Soleh menjadi sumur informasi dalam film ini. Dia mengatakan topeng Malang memiliki tiga pilar inti, yakni dalang, penari, dan naskah. Sebanyak 99 persen tarian dikendalikan oleh dalang.
Namun ada satu tokoh topeng, yaitu Potrojoyo, yang menempatkan penari sebagai pengendali alur cerita. Tokoh ini dikenal sebagai pelawak. Berbeda dengan tokoh lain yang topengnya menutupi seluruh wajah penari, topeng Potrojoyo menutup wajah hanya sampai di atas bibir.
Perjalanan Nasai berlanjut. Dia mengunjungi Mbah Mad, sesepuh warga yang juga merupakan tokoh topeng Malang di Jabung, Kabupaten Malang. Meski namanya sama-sama topeng Malangan, dalam tariannya, tiap daerah di Malang memiliki ciri khas sendiri. “Topeng Tumpang kan gerakan tangannya ke kiri, kalau topeng Jabung ke kanan,” ujar Mbah Mad.
Pada pertengahan film, penonton akan ditunjukkan sebuah ritual ketika topeng diasapi dupa sambil dibaca-bacai mantra. Praktik ini sudah jarang berlangsung di seni tari topeng Malang.
#Info Film 5.1.1-Topeng Malang Menolak Punah
Film dokumenter ini juga mengenalkan penonton kepada mereka yang berada di balik panggung, seperti perajin topeng kuno dan penjahit busana tarian topeng atau rapek. Rapek kini hanya ada di dua tempat di Malang.
Perajin tidak bisa asal mengoleskan warna pada topeng Malangan. Warna dasarnya adalah biru atau hijau, kuning, serta hitam-putih. Warna hijau diambil dari daun sirih yang melambangkan kesuburan, kuning dari kunir yang menyimbolkan keceriaan, hitam dari tembakau yang berarti keteguhan, merah dari buah jambe yang menunjukkan angkara murka, dan putih dari batu gamping yang berarti kesucian. Semua informasi tersebut diikat dalam perjalanan Nasai yang berdurasi 48 menit.
JIHAN RISTIYANTI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo