Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Didorong pertanyaan sepupu kecilnya, Asti Ananta, 23 tahun, kini jadi fasih bicara tentang museum. Ceritanya, sepulang menonton film Night at The Museum, sang sepupu bertanya, ”Museum kayak gitu, di Indonesia ada di mana?” Pemilik nama lengkap Anastya Yuntya Eka Wardhani itu tak bisa langsung menjawab.
Saat itu yang keluar dari mulutnya cuma jawaban diplomatis bahwa di Indonesia tidak ada museum seperti bangunan yang ditampilkan di film itu. ”Tapi di sini ada Museum Tekstil dan Fatahillah,” katanya sekenanya kepada sang sepupu.
Sejak itu Asti getol menambah ilmu tentang museum dan benda bersejarah. Ia merasa beruntung karena belakangan diminta menjadi pembawa acara Museum Kita. Bersama para siswa sekolah dasar dan gurunya, dia mengunjungi berbagai museum dan mempelajari koleksinya.
Sebagai pengamat dadakan, Asti mengagumi petugas museum yang setia menjaga benda bersejarah. Padahal imbalan yang mereka terima tak seberapa. Harga tiket masuknya saja cuma Rp 500-2.000. Toh, dia berharap kelak museum lebih apik, komplet isinya, modern, dan menarik. Bagaimana mungkin kalau imbalan petugasnya rendah? Bisa-bisa koleksinya dijual seperti di Solo tempo hari.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo