Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Film televisi Tjinta Fatma membuat Fatmawati seolah hidup kembali. Jeinne Wenas, 23 tahun, dengan apik memerankan gadis Bengkulu berparas cantik dengan alis mata tebal yang dipersunting Bung Karno itu. Perhatikan saja caranya bertutur. Jeinne dengan lincah berbicara dengan logat, bahkan melontarkan beberapa kata, dalam bahasa Bengkulu. Padahal ia berasal dari Manado.
Semula, ketika akan mulai syuting dua tahun lalu, Jeinne mengira seluruh dialog akan diucapkan dalam bahasa Indonesia. Dugaannya meleset. Kalimat-kalimat Bu Fat mesti disisipi bahasa Bengkulu. Ini membuatnya susah. "Ngomong bahasa Indonesia saja sering belepotan tercampur bahasa Manado," katanya seraya tertawa.
Bagaimana ia mengasah lidah? Mau tak mau, untuk tampil di film yang diputar dua pekan lalu buat mengenang 85 tahun ibu negara pertama itu, Jeinne berlatih logat Bengkulu. "Belajarnya cuma seminggu sebelum syuting," ujarnya.
Untuk memahami karakter Fatmawati, Jeinne melahap pula biografi perempuan bernama asli Siti Fatimah, putri Hasan Din, pemuka Muhammadiyah di Bengkulu itu. Demi peran, ia bahkan belajar salat. "Diajari sutradara," ujar penganut Kristen itu. Di matanya, Bu Fat merupakan sosok perempuan yang tangguh tapi lembut. Semuanya dapat ia perankan dengan baik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo