Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tokoh

<font size=1 color=brown>Bianca Adinegoro</font><br />Capek Gempa

21 Maret 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gempa dan tsunami dahsyat di Jepang membuat istri duta besar Indonesia di Negeri Matahari Terbit, Bianca Adinegoro, ikut ketiban repot. Saat gempa mengguncang Sendai pekan lalu, dia sedang menemani Hj Mufida Kalla, istri mantan wakil presiden Jusuf Kalla; Hj Siti Ramlah Aksa, istri pengusaha Aksa Mahmud; dan Riantini Suteja, istri pengusaha Sofjan Wanandi. Mereka berkunjung ke Ibaraki. Kota ini hanya beberapa kilometer dari Sendai, lokasi terparah akibat gempa.

"Kami baru ke luar restoran, tiba-tiba gempa. Guncangannya kuat sekali. Saya harus pegangan kuat-kuat," kata Bianca saat dihubungi Tempo. Kota Ibaraki pun mendadak gelap-gulita. Khawatir gempa susulan, rombongan itu memutuskan kembali ke Tokyo. Perjalanan yang seharusnya ditempuh dua jam harus mereka jalani selama 16 jam karena macet dan jalan tol ditutup.

Di Tokyo, Bianca tidak tinggal diam. Bersama 20 orang anggota Dharma Wanita KBRI Tokyo, dia membuat dapur darurat. Dapur ini memasok makanan bagi ratusan warga Indonesia yang ditampung di sekolah Indonesia di Jepang. Menu andalannya nasi, ayam, dan sayur. Hari ketiga, stok bahan makanan menipis. "Kami sempat kehabisan beras," katanya.

Ikut repot di dapur membuat Bianca kurang tidur. Tak mudah pula memasak di tengah guncangan gempa susulan. "Sesekali harus lari ke luar gedung," dia menambahkan. Gempa susulan setiap lima menit itu lama-kelamaan membuat Bianca "mati rasa". Belakangan, dia ogah lari menghindar. "Pasrah saja. Saya capek kalau harus lari terus," ujarnya.

Mohamed Majdi
Kiat Atasi Pedas

Bagi sebagian orang Indonesia, cabai merupakan bumbu penambah selera makan, tapi tidak bagi Duta Besar Maroko Mohamed Majdi. Dia mengaku tidak terbiasa dengan rasa pedas. Bila cabai termakan, sekitar mulut dan tenggorokannya seperti terbakar. Namun, lantaran bertugas di Indonesia, Majdi harus membiasakan diri dan meracik kiat untuk menetralkan rasa pedas.

"Makan sedikit minyak atau minumlah susu," ujarnya. Majdi bahkan menantang untuk mengkonfirmasi kiat ini kepada dokter. "Memang saya tidak bisa menjelaskan apa kaitan kimiawinya, tapi dokter pasti bisa," dia menambahkan.

Majdi menjelaskan, cabai adalah makanan yang umum di Asia, tapi tidak bagi sebagian negara Eropa dan Timur Tengah. "Anda makan cabai sejak duduk di taman kanak-kanak, sedangkan saya baru mulai sejak bertugas di sini," katanya. Dia berani bertaruh, bila sudah terbiasa, dalam satu atau dua tahun ke depan dia bisa makan cabai lebih banyak ketimbang orang Indonesia.

Arwin Rasyid
Nikmat Berburu

Di tengah kesibukan kerja, Direktur Utama Bank CIMB Niaga Arwin Rasyid, 54 tahun, masih menikmati hobi berburu. Sejumlah lokasi berburu sudah dia datangi, baik di dalam maupun di luar negeri. Namanya pun sudah tidak asing di kalangan penyuka hobi berburu.

Menurut Arwin, berburu bukan hobi sembarangan. Butuh kemampuan dan keahlian khusus yang dilatih selama bertahun-tahun. Dia sendiri sudah mengasah kemampuan menembak sejak kecil. "Saya belajar menembak sejak sekolah dasar," kata pria kelahiran Italia pada 1957 ini. Dia juga rajin berlatih tembak reaksi di Lapangan Tembak Senayan dan aktif di Perbakin.

Untuk bisa menikmati hobi berburu ini butuh persiapan panjang. "Paling banyak dalam setahun saya tiga kali berburu," katanya. Beberapa pekan lalu, Arwin kembali mengetes adrenalinnya. Kali ini lokasi perburuan di perkebunan kelapa sawit di Bengkulu. Perburuan itu berbuah sukses besar. Sembilan ekor babi hutan dia lumpuhkan. "Ini hasil saya selama dua hari," kata Arwin, tertawa lebar, sambil memamerkan fotonya bersama hasil buruan yang diikat di bumper mobil jip 4WD.

Mari Elka Pangestu
Fasih Sepatu

Sudah lama Mari Elka Pangestu mewajibkan pegawai Kementerian Perdagangan mengenakan batik dan sepatu buatan dalam negeri tiap Jumat. Dia tak hanya bicara, tapi juga memberi teladan. Rabu pekan lalu, misalnya, sang Menteri terlihat memakai sepatu hitam buatan dalam negeri. "Sepatu ini buatan dalam negeri dan tergolong pabrik menengah, tapi dia memulainya dari UKM sekitar 17 tahun yang lalu," ujarnya. Saat itu dia juga mengenakan kebaya semimodern dan batik hitam-putih. "Dipakainya nyaman sekali, tidak kalah dengan produk buatan luar negeri," dia menambahkan.

Ketika menghadiri pameran yang digelar kementeriannya, Mari membeli beberapa sepatu untuk dijadikan koleksi. Dia sangat fasih menyebut merek sepatu buatan dalam negeri itu satu per satu. "Iya, tadi dapat beberapa yang bagus dan sudah ada pasarnya di dalam negeri," ujarnya berpromosi. Mari juga mengaku pengguna setia sebuah merek sepatu yang lain. "Saya pakai itu sudah cukup lama," katanya.

Mari pun menegaskan, Kementerian Perdagangan akan membantu usaha kecil menengah sepatu bekerja sama dengan Asosiasi Persepatuan Indonesia. Sayangnya, ketika ditanya berapa banyak koleksi sepatu buatan dalam negerinya, Mari enggan menyebutkan. "Waduh, enggaklah. Memang saya ini Imelda Marcos?" ujarnya sambil tertawa.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus