Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KEGEMBIRAAN terasa di kantor PT Darta Media Indonesia di kawasan Melawai, Jakarta Selatan, pertengahan Desember tahun lalu. Maklum saja, Senin siang itu, lima hari menjelang Natal, perusahaan pengelola situs Internet kaskus.us kedatangan tamu penting: Martin Basuki Hartono. Bukan sembarang tamu, Martin anak Robert Budi Hartono, pemilik Djarum, orang terkaya di Indonesia versi paling gres majalah Forbes.
Sahibulbait, Andrew Darwis dan sepupunya, Ken Dean Lawadinata, sudah menanti. Mereka menerima dengan bungah sang generasi ketiga Djarum di sebuah ruangan sederhana. Lepas berbincang satu jam, Andrew dan Martin akhirnya meneken kesepakatan. PT Global Digital Prima Venture, yang dikelola Martin, setuju menaruh modal di Darta Media. Sebuah kado Natal istimewa di akhir tahun. ”Tak banyak tawar-menawar, kami sudah sreg satu sama lain,” kata Ken, Chief Executive Officer Darta Media, kepada Tempo, Selasa pekan lalu.
Tak banyak orang tahu anak pemilik Djarum telah masuk menjadi pemodal situs komunitas online terbesar di Indonesia itu. Memang agan-agan kaskuser—sebutan anggota komunitas ini—ramai menggunjingkan masuknya anak produsen rokok terbesar ketiga di Indonesia itu. Tapi mereka tak tahu persis yang sedang terjadi. Spekulasi bermunculan. Salah satunya, Djarum membeli Kaskus dengan tujuan meredam opini kaskuser yang kerap menyudutkan Liga Super Indonesia, turnamen sepak bola resmi di bawah Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia. Djarum mensponsori kompetisi bola itu.
Setelah tiga bulan, teka-teki baru terjawab. Rabu siang dua pekan lalu, di Hotel Kempinski Grand Indonesia, Jakarta, manajemen Kaskus mengumumkan Global Digital Venture resmi berinvestasi di Kaskus. ”Untuk mendukung ekspansi dan memperbesar jaringan, selain agar kami lebih agresif,” ujar Ken. Dia memastikan kaskus.us akan tetap independen. ”Independensi dan manajerial tak akan berubah karena kami tak dibeli, hanya bermitra.”
SITUS kaskus.us tergolong luar biasa. Hingga pekan ini, jejaring komunitas itu menduduki posisi keenam situs paling banyak dibuka di Indonesia versi situs pemeringkat global alexa.com. Lima posisi di atasnya diduduki situs maya internasional, facebook.com, google.co.id, google.com, blogger.com, dan yahoo.com. Page view atau jumlah halaman yang diakses sepanjang Februari saja mencapai 900 juta.
Dibuat pada November 1999, Kaskus awalnya hanya sebatas proyek kuliah Andrew Darwis dan dua rekannya di Art Institute of Seattle, Amerika Serikat. Kaskus—akronim dari kasak-kusuk—terdiri atas dua bagian besar, yakni forum komunitas bertukar cerita atau artikel dan forum jual-beli para anggotanya. Ada juga forum panas tempat tukar-menukar konten porno bernama BB 17 atau ”buka-bukaan 17”. Kala itu, anggota komunitas Kaskus mencapai sekitar 300 ribu orang.
Empat tahun lalu, Andrew melakukan perubahan besar. Citra sebagai situs komunitas bawah tanah diubah habis-habisan. Materi berbau pornografi dibuang. Lewat manajemen Darta Media, Andrew mulai berfokus pada segmen komersial perdagangan lewat Internet (e-commerce) dan sistem pembayaran. Anggota kaskus.us terus membeludak dan kini tercatat sudah mencapai 2,71 juta orang. Lebih dari setengahnya aktif memanfaatkan forum jual-beli.
Lantaran jumlah anggota pengunjung kaskus.us makin banyak, situs maya ini dilirik banyak pengiklan. Kaskus berubah menjadi pundi-pundi rupiah buat Andrew. Ken mencatat rata-rata pendapatan tahunan perseroan sejak 2008 mencapai lebih dari US$ 1 juta (sekitar Rp 9,5 miliar). ”Sejak itu, pertumbuhannya bisa mencapai 200 persen setiap tahun,” katanya.
Kaskus mulai ekspansif. Sistem pembayaran online KasPay atau Kaskus Payment yang diluncurkan tahun lalu sudah menggaet 60 ribu pengguna. Di saat yang sama, dirilis pula fasilitas pemasangan iklan murah bernama KasAds. Manajemen Darta Media menambah infrastruktur. Salah satunya penyediaan server komputer hingga 250 unit untuk menampung lonjakan jumlah pengguna.
Tadinya, kata Ken, manajemen Kaskus memperkirakan segala keperluan pengembangan infrastruktur bisa dipenuhi oleh kocek internal. Namun Andrew dan Ken sadar kebutuhan investasi di masa depan akan meningkat. Artinya, dana investasi dari orang luar tak bisa ditampik lagi. ”Perlu ada skenario terburuk atau jika suatu saat ada kebutuhan beriklan,” ujarnya.
Para investor mengendus rencana pengelola Kaskus ini. Mendadak banyak perusahaan kakap mendekati Darta Media. Tawaran kerja sama operasi dan juga akuisisi berdatangan. Ken menuturkan, sejak awal 2010, sedikitnya ada delapan investor—lima di antaranya perusahaan asing—yang tertarik mengakuisisi Kaskus. Perusahaan lokal yang sempat melamar Kaskus berlatar bisnis media. Tapi semuanya ditampik. ”Kami merasa mereka melihat Kaskus hanya sebagai mainan,” ujarnya.
Pertengahan tahun lalu, muncul Global Digital Prima Venture mengajukan penawaran. Sumber Tempo membisikkan, perusahaan ini kepanjangan tangan Grup Djarum yang khusus berinvestasi di bidang teknologi informasi. Sebelum mendirikan Global Digital Venture, Martin sempat menjabat Direktur Bisnis dan Teknologi PT Djarum. Tapi kala itu Djarum bertepuk sebelah tangan. Lamaran ditolak. ”Kaskus masih melirik investor lain,” ujarnya. Ken tak membantah cerita ini. Saat itu ada tawaran lebih bagus, dan kebetulan Global Digital Venture belum menemukan bentuk. ”Mau dibawa ke arah mana kerja sama nanti,” kata Ken.
Martin dan Global Digital Venture mengubah strategi. Mereka menggandeng situs-situs Internet baru atau perusahaan teknologi informasi yang baru muncul (start up). Model inkubator bisnis dikembangkan, dan hasilnya, sepanjang 2010 ada lima perusahaan online, Krazymarket.com, Infokost.net, Dailysocial.net, Bolalob.com, dan Lintasberita.com, yang bisa digaet. Pada Januari tahun ini, kelima situs maya itu dibina oleh satu unit bisnis bernama Merah Putih Incubator. Senior Vice President Merah Putih Inc David Wayne membenarkannya. ”Ini buah kecintaannya (Martin) pada bidang teknologi informasi,” ujarnya (lihat ”Dana Segar Situs Maya”).
Melihat upaya Global Digital Venture, Kaskus luluh. Apalagi orang-orang di Merah Putih Incubator, menurut sumber Tempo, punya andil besar memoles bisnis Kaskus tiga tahun lalu. Alhasil, pinangan yang sempat ditolak ditinjau ulang. Ken mengakui model inkubasi membuat Kaskus sreg menerima Global Digital Venture. ”Apalagi investor asing motifnya hanya ingin menguasai,” kata dia.
Serangkaian negosiasi kembali digelar. Kali ini tak makan waktu lama, hanya lima kali pertemuan, sebelum akhirnya mereka bermufakat menjelang Natal tahun lalu. ”Seminggu konsolidasi dan awal Januari investasi mulai mengucur,” ujar Ken.
Sayangnya, Ken tak mau membeberkan jumlah dana yang diinvestasikan Martin di Kaskus. Namun sumber Tempo mengungkapkan fulus yang dibenamkan Global Digital Venture sekitar Rp 600 miliar, dengan porsi saham sekitar 30 persen. Nilai itu lebih tinggi daripada tawaran sebuah perusahaan asing, sebesar USS 50 juta (sekitar Rp 450 miliar).
Ken tertawa terbahak-bawah saat dimintai konfirmasi soal nilai investasi Martin. ”Jangankan segitu, ada gosip kami mendapat satu triliun (rupiah),” ujarnya. Yang terang, kata Ken, dana segar dari Martin dan Global Digital Prima Venture cukup buat ekspansi selama tiga tahun ke depan.
Sumber Tempo membisikkan, masuknya Martin menjadi pemodal Kaskus merupakan langkah penting bagi Grup Djarum untuk menancapkan kaki di bisnis online dan Internet. Djarum sudah lama mengincar Kaskus lantaran akan disinergikan dengan PT Bank BCA. Grup Djarum lewat Farallon Capital menguasai saham mayoritas BCA.
Bank yang sempat dikuasai Salim Group itu, ujar sang sumber, kebetulan juga sedang mengincar situs-situs Internet yang bisa menyediakan e-commerce, pembayaran online, dan informasi. Layanan itu akan menjadi pemanis bagi nasabah loyal BCA, yang jumlahnya hampir sembilan juta orang—terbesar di Indonesia. ”Sinergi Kaskus dengan BCA akan digarap,” ujar sumber Tempo di Jakarta.
Sayangnya, Martin belum bisa berkomentar banyak. ”Saya masih di luar negeri,” ujarnya kepada Tempo pekan lalu. Direktur Korporat Grup Djarum Rudiyanto Gunawan setali tiga uang. ”Saya tak bisa memberikan informasi,” ujarnya. Adapun Jahja Setiaatmadja, Wakil Presiden Direktur BCA, mengatakan tak tahu rencana Djarum. ”Terus terang, apa pun yang dilakukan Djarum tak pernah dikonsultasikan kepada kami,” ujarnya.
Tapi Jahja mengakui BCA akan mengembangkan model bisnis tersebut. Rencana itu sedang dikaji dengan matang. ”Ini kan perlu proses,” katanya. Ken juga tak menampik. ”Kami bisa memilih bank terbaik untuk sinergi pembayaran,” ujarnya.
Fery Firmansyah, Agoeng Wijaya
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo