D I negeri ini, jumlah musisi seperti Addie M.S., 43 tahun, amatlah jarang. Sepuluh tahun lalu, saat berada di puncak kejayaan sebagai pembuat jingle iklan dan music director yang laris, Addie malah mendadak menggarap orkestra. Namun, ternyata jalan menempuh idealisme memang pahit. Berkali-kali ia sempat frustrasi dan sempat ingin pulang ke musik industri yang bergelimang duit.
Tapi kenekatannya tak pernah surut. Mentok di sana-sini, termasuk dipandang sebelah mata oleh para musisi klasik seniornya, ia pun melakukan gerilya. Di antaranya, ia menggelar konser di kafe dan mal. "Awalnya, segmen ini bukan pilihan. Saya kadung apatis dengan generasi yang ada. Semoga generasi yang lebih muda tidak jadi seperti generasi sekarang," katanya.
Hasilnya lumayan. Ia mendapat apresiasi yang luar biasa. Pertunjukan selanjutnya laris manis. Hal lain yang membahagiakannya, secara artistik, dari hari ke hari repertoar lagu-lagu klasik yang mereka bawakan terasa kian ciamik.
Puaskah Addie? Masih banyak obsesinya. Salah satunya, dia ingin negeri ini memiliki gedung khusus konser. "Pokoknya ada seribu satu situasi ideal yang jadi obsesiku," katanya. Soal bayaran lebih, pasti sudah termasuk dalam paket obsesinya itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini