Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KEBANYAKAN orang berpikir menjadi anak orang kaya itu enak. Bisa hidup senang karena semua sudah diberi orang tuanya. Bagi perempuan terkaya di Indonesia, Arini Sarraswati Subianto, anggapan itu wajar saja. "Tapi kan mereka enggak tahu bagaimana saya 20-30 tahun yang lalu," ujar Arini kepada Tempo, Selasa pekan lalu.
Arini memimpin induk perusahaan yang bergerak di bidang batu bara dan kelapa sawit. Dia berada di peringkat ke-37 dalam daftar orang terkaya Indonesia versi majalah Forbes, yang dirilis awal Desember lalu, dengan kekayaan Rp 11 triliun. Arini mengatakan, saat remaja, temannya pernah nyeletuk, "Lo enak ya, tinggal minjam tas dari nyokap."
Kenyataannya, Arini dan dua adik perempuannya tak pernah meminjam tas atau barang-barang berharga dari ayah dan ibunya. "Mau pakai? Sudah punya uang? Kamu mau gaya-gayaan pakai tas aku? Kamu mesti usaha sendiri," kata putri sulung pengusaha Benny Subianto itu menirukan ucapan orang tuanya.
Begitu juga ketika bepergian dengan pesawat terbang. Arini memilih duduk di kelas ekonomi selama belum punya bisnis sendiri. "Kalau belum punya bisnis, bagaimana mau duduk di business class?" Ketika memulai usaha dengan membuka toko hadiah dan furnitur di Jakarta, dia juga mempertaruhkan semua tabungannya demi bisnis tersebut.
Di pihak lain, perempuan 46 tahun ini mengakui banyak orang yang dari kecil hidup enak belum tentu sukses saat dewasa. Karena itu, dia menanamkan prinsip tak ada jalan pintas untuk meraih sukses kepada anaknya, Azaria Rafi Mamuaya, 15 tahun, dan Azel Rasyid Mamuaya, 13 tahun. Dua buah hatinya itu punya ambisi di dunia olahraga dan musik. "Kalau belum pernah gagal, tak tahu rasanya berhasil," ucapnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo