Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tokoh

Berburu Diaspora Peneliti

Kepala BRIN Laksana Tri Handoko membuka bermacam cara untuk merekrut diaspora peneliti Indonesia. Ia mengincar peneliti vaksin Covid-19 Oxford-AstraZeneca.

28 Agustus 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional, Laksana Tri Handoko di Gedung BBPT, Jakarta, Selasa (11/5/2021). TEMPO/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Bagaimana BRIN memburu peneliti Indonesia di luar negeri.

  • Pembuat vaksin Covid-19 AstraZeneca jadi salah satu incaran.

  • Tak harus pulang ke Indonesia.

KEPALA Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko terus berburu diaspora peneliti Indonesia. Pengembangan vaksin Covid-19 menjadi momentum baru untuk menarik para periset dan inovator dari luar negeri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BRIN tahun ini membuka 325 formasi yang terdiri atas 221 calon pegawai negeri sipil dan sisanya pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja. "Sudah ada 208 pendaftar. Tentu bukan hanya (bidang) vaksin, tapi ada bidang kepakaran lain," kata Laksana, 53 tahun, kepada Tempo, 3 Agustus lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BRIN juga menyiapkan skema rekrutmen lain, yakni program pascadoktoral dan visiting professor. Laksana, misalnya, bakal mengundang profesor-profesor emeritus di luar negeri agar mau bekerja sama dengan peneliti Indonesia. Dengan begitu, proses transfer pengetahuan dan teknologi bisa berlangsung. Lembaganya mencari periset dengan kualifikasi pendidikan minimal S-3.

Mantan Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia ini mencontohkan Carina Citra Dewi Joe sebagai diaspora peneliti yang memenuhi syarat. Ilmuwan pemegang paten vaksin ini bekerja di lembaga riset vaksin Jenner Institute, University of Oxford, Inggris.

Ia berperan mengembangkan metode produksi vaksin Covid-19 buatan Oxford-AstraZeneca dalam skala besar. "Dia sangat well-qualified. Dia di bagian good manufacturing practices, kita tidak punya ahli di situ," ucap Laksana.

Diaspora peneliti, menurut Laksana, tidak harus digaet dengan dipulangkan ke Tanah Air. Cara lain adalah lewat skema kerja sama bisnis antara BRIN dan lembaga tempat peneliti itu bekerja. BRIN membuka bermacam opsi agar diaspora peneliti Indonesia bisa berkontribusi dengan berbagai cara. "Buat apa mereka pulang kalau nantinya cuma menjadi parasit,” ujarnya.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Mahardika Satria Hadi

Mahardika Satria Hadi

Menjadi wartawan Tempo sejak 2010. Kini redaktur untuk rubrik wawancara dan pokok tokoh di majalah Tempo. Sebelumnya, redaktur di Desk Internasional dan pernah meliput pertempuran antara tentara Filipina dan militan pro-ISIS di Marawi, Mindanao. Lulusan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus