Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ada saja kiat Dewi Hughes, 36 tahun, demi kampanye anti-perdagangan anak dan perempuan. Bekerja sama dengan sebuah perusahaan pemasaran berjenjang, ia memproduksi dan menjual ”Hughes Pen” di Jakarta, dua pekan lalu. Tadinya dia menawarkan mendesain sandal, tapi perusahaan itu menolak dan lebih setuju membuat pena.
Alat tulis merah itu didesain berbentuk hati bergambar wajahnya. Harganya cuma Rp 9.900 . Dari jumlah itu Rp 3.000 disumbangkan ke Hughes International Foundation untuk membantu perempuan dan anak di perbatasan Indonesia yang menjadi korban perdagangan. Ada pula yang diberikan untuk modal usaha atau pelatihan dan pendidikan bagi perempuan dan anak di Pulau Jawa. ”Kita tidak bisa mengandalkan (dana) pemerintah saja,” kata Dewi.
Perempuan kelahiran Tabanan, Bali, 2 Maret 1971 ini mengakui, bekerja sama dengan perusahaan besar ”gampang-gampang susah”. Ia senang karena beberapa perusahaan sudah mulai melirik. Namun ada juga perusahaan besar yang menolak.
Untuk penjaringan dana selanjutnya, Dewi berencana mendesain korek api untuk dijual di klub-klub malam. Lengkap dengan pesan agar mereka tidak menjual perempuan. Selain itu, ia mendonasikan lukisan karyanya bagi yayasan. ”Ada yang membeli Rp 10 juta, duitnya untuk yayasan,” katanya. Pendeknya, demi perempuan dan anak, semua dilakoninya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo