GAGAL maju ke perempat final Wimbledon, petenis putri Argentina Gabriela Sabatini mestinya bisa beralih profesi, misalnya menjadi penyanyi. Ini bukan mengada-ada. Ia sudah punya modal: suara yang merdu, wajah yang aduhai, bibirnya tipis bak -- kata ungkapan sastra lama -- delima merekah. Apalagi kalau tersenyum, lesung pipit di pipinya menambah manis wajahnya. Usianya sedang mekar, baru 18 tahun. Tapi, Gaby, panggilan akrab Sabatini, belum tertarik pada dunia artis. "Saya ingin menjadi ratu di lapangan tenis," katanya. Walau kalah di perdelapan final turnamen Wimbledon oleh petenis Amerika Serikat, Zina Garrison, Gaby sudah bisa menggaet penghasilan sekitar 5 juta dolar AS atau Rp 8,5 milyar setahunnya. Bayangkan kalau dia mampu mewujudkan ambisinya untuk menjadi pemain nomor wahid di dunia. Dengan kostum tenisnya di lapangan, Gaby terkesan garang. Itu sebabnya ia dijuluki "Si Laba-Laba Hitam". Namun, di luar lapangan, ia bukan laba-laba dan tidak suka warna hitam. Ia anggun, pesolek, dan lemah gemulai. Ia selalu tampak rapi. Koleksi bajunya cukup lumayan, walau secara basa-basi ia berkata, "Saya hanya membeli baju-baju yang praktis, seperti halnya saya membeli barang-barang yang praktis saja, es krim atau cokelat. " Akan halnya bakat menyanyinya itu, Gaby berkata, akan dimunculkan pada saat yang tepat. Dan bakat itu tetap dijaga. Di mobilnya, ia selalu membawa kaset yang berisi lagu-lagu kesenangannya dan memutarnya sepanjang perjalanan. Ia memiliki buku catatan tebal yang berisi lirik lagu-lagu. Jika saja ia bernyanyi di lapangan tenis, mungkin menjadi rekor yang tak dipecahkan petenis lain, barangkali.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini