INI soal Ida Iasha lagi, entah sudah sampai putaran keberapa. Setelah Ida Albertina van Suchtelen van de Haere, begitulah nama kompletnya, meloncat ke Singapura ditemani mertuanya, lalu masuk kembali ke Indonesia dengan visa resmi dari KBRI di Singapura. Baru kemudian ia mengajukan permohonan menjadi warga negara Indonesia - begitulah, memangarahan pihak Imigrasi, dan rupanya "diperankan" oleh Ida dengan baik. Ida, 24 tahun, pekan lalu mengaku sangat terpukul ketika pertama kali mendengar kata deportasi. "Lama-lama saya mengerti arth1ya. tapi sulit mengungkapkan tanggapan perasaan saya," katanya. Dan sementara menunggu ke-WNI-annya itu, terbetik berita bahwa Parfi, Persatuan Artis Film Indonesia, menagih iuran kepada Ida. Sudah diberitakan, karena Ida dulu dikira sudah punya KTP sah, ia cuma dipungut sebesar pungutan untuk artis Indonesia. Padahal, bila diketahui ia dulu belum ber-KTP DKI Jakarta, ia harus membayar ke Parfi empat kali US$ 2.000 (ia sudah main dalam empat film). Dan jumlah itu sekitar 250 kali besar iuran yang harus dibayar oleh artis kita sendiri. Betulkah itu? "Saya dikenai iuran 10% dari honorarium saya," kata Ida. "Saya selalu membayarnya." Tapi ibu seorang putra ini lupa berapa jumlah iuran yang sudah diserahkan ke Parfi. Bagi Ida juga tak jelas besar iuran 10% itu, dalam status apa, artis bukan Parfi atau artis asing. Menurut sumber di Parfi, besar iuran anggotanya Rp 50.000 sekali iuran film dan memegang peran utama, Rp 10.000 peran pembantu, dan Rp 5.000 figuran. Yang bukan anggota, Rp 150.000 tanpa perincian apakah dia memerankan peran utama atau cuma figuran. Bagi artis asing asal negara ASEAN, juga Rp 150.000. Nah, bagi asing non-ASEAN ditarik US$ 2.000 jika memerankan peran utama, dan separuhnya untuk peran bukan utama. Mengapa Ida kena 10%, ini yang tak jelas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini