Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Sesudah 10 tahun, masih mencemaskan

Depkes mengesahkan vetsin alias msg (monosodium glutamat) sebagai penitipan vitamin a. yayasan lembaga konsumen (ylk) protes. vetsin tetap dianggap berbahaya. para dokter bersikap hati-hati.

16 Mei 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEBETULNYA, sampai sekarang masih banyak orang takut pada vetsin. Penyedap makanan ini diisukan menimbulkan berbagai penyakit, di antaranya mengganggu pertumbuhan janin, menyebabkan kebotakan, mengakibatkan kerusakan otak dan kanker. Karena itu, muncul berbagai komentar dan protes ketika pekan lalu Departemen Kesehatan sampai pada sebuah keputusan historis. Kenutusan itu mengesahkan penggunaan bumbu penyedap yang dikenal sebagai monosodium glutamat (MSG) untuk menjadi pembawa alias tempat penitipan vitamin A. Apa tak ada yang lain? Departemen Kesehatan ternyata bersungguh-sungguh. Dalam Surat Keputusan yang sudah ditandatangani Maret lalu, ditetapkan fortifikasi alias penitipan vitamin A itu akan dilakukan melalui tiga produsen utama MSG. Pelaksanaannya dilakukan bertahap. Tujuannya mengatasi kekurangan vitamin A, khususnya pada anak-anak di bawah lima tahun. Kekurangan vitamin ini terutama merusakkan mata, tidak jarang menimbulkan kebutaan. Yayasan Lembaga Konsumen (YLK), yang dalam 10 tahun terakhirmemerangi MSG, segera melancarkan protes. YLK berpendapat konsumsi MSG di masa kini sudah berlebihan. Fortifikasi vitamin A bisa menjadi semacam anjuran untuk menambah konsumsi MSG. Ini, menurut YLK, mengundang bahaya. Depkes bertahan dengan alasan: MSG menurut WHO dikategorikan sebagai bumbu masak yang tidak terbukti berbahaya. Di samping itu, untuk keperluan fortifikasi ini, Depkes telah melakukan percobaan bertahun-tahun di laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi Depkes di Bogor. Penerapannya juga sudah dicobakan pada kelompok terbatas - ratusan orang di Desa Cigombong tak jauh dari Bogor. Kesimpulan yang membuahkan SK Menteri Kesehatan itu dikemukakan Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi Depkes Prof. Darvin Karyadi. "Kematian balita turun secara nyata dan prevalensi penderita penyakit mata karena kekurangan vitamin A juga bisa ditekan," ujar Karyadi. Menanggapi protes YLK ia mengutarakan, pilihan terhadap MSG sudah melalui berbagai pertimbangan. Untuk jalan pintas, diperlukan strategi yang meninjau pola konsumsi masyarakat dan manajemen fortifikasi. Hasil penelitian pola konsumsi justru menunjukkan vitamin A paling efektif disusupkan lewat MSG yang cukup luas dikonsumsi. Sementara itu, penitipannya melalui kemasan pabrik juga lebih mudah dikontrol. Sebaliknya, akan sangat sulit mendistribusikan vitamin A, bila bahan makanan yang terpilih sebagai wahana diproduksi terpencar oleh industri kecil-kecil. Mengenai bahaya MSG, Karyadi tampaknya tidak terlampau mencemaskannya. "MSG adalah gabungan asam amino nonesensial glutamat dengan sodium, atau natrium yang sebetulnya bukan barang asing bagi tubuh kita," katanya. "Glutamat itu banyak ditemukan pada makanan nabati maupun hewani, sedangkan sodium dalam garam dapur pun ada." Karyadi berpendapat MSG tidak berbahaya karena bisa dimetabolisasikan oleh tubuh. Di Indonesia awal kecemasan terhadap MSG muncul ke permukaan setelah pada tahun 1978 dr. Iwan T. Budiarso dari Univeritas Tarumanagara melakukan penelitlan dengan bmatang percobaan ayam. Kesimpulannya, MSG merusakkan alat-alat pencernaan dan mengganggu pertumbuhan. Dari penelitian ini pula YLK mulai menyatakan perang terhadap MSG. "Saya masih mempertanyakan kualitas penelitian ini," ujar Karyadi. Selain penelitian ini masih harus diekstrapolasikan ke manusia, dosis pemberiannya terbilang mendadak besar. "Tidak usah MSG, kasih air atau gula yang banyak, juga bisa berbahaya," kataya lagi sambil tertawa. Kepala Bagian Farmakologi K Ul, dr. Sardjono Oerip Santoso, dalam wawancara beberapa waktu lalu mengemukakan, MSC, memang bukan zat tang tertumpuk dalam tubuh. MSG ini dimetabolisasikan di hati diurai dan dipecah menjadi peptida. Hasii akhirnya, tenaga, amonia, dan karbon diok sida. "Amonia diekskresikan melalui ginjal. sementara karbon dioksida dibuang melalu paru-paru dan pernapasan," katanya. Bahaya MSG, menurut Sardjono, khusus bagi mereka yang sensitif. Di RSCM pernah ditemukan beberapa orang yang memang peka terhadap MSG. Namun, berapa persen jumlah mereka belum bisa dipastikan karena belum diteliti. Apakah pada orang yang peka, MSG bisa menimbulkan kerusakan otak, Sardjono tak bisa menjawabnya. Bukti penelitian belum ada. Namun, ia menduga ancaman MAS pada otak adalah kekhawatiran yang teoretis. Di otak, menurut Sardjono, terdapat zat yang mirip MSG yaitu gamma-aminobutenc-aad atau GABA. Terdapat di berbagai tempat di otak, GABA berfungsi mengendalikan sistem motorik saraf - yang dirambatkan nerotransmiter - agar reaksi tubuh atas rangsangan tidak berlebihan. GABA juga mempengaruhi produksi zat-zat pada bagian otak, Substansi Nigra. Dengan latar belakang itu ada kekhawatiran MSG akan memperbanyak jumlah GABA bila terkumpul dalam tubuh, dan segera mempengaruhi sistem saraf. Namun, MSG nyatanya bisa dimetabolisasikan tubuh dan tidak menumpuk. "Kalau intake-nya besar paling lama 5-25 menit terhimpun dalam tubuh," kata Sardjono. "Kalau dimakan tidak secara berlebihan, sampai saat ini vetsin masih dalam selimut," ujar Prof. Iwan Darmansjah, guru besar farmakologi FK Ul. Maksudnya? Iwan cenderung bersikap hati-hati. "Namanya masih dalam selimut, jadi kita belum tahu," katanya lagi. Karena itu, ia meragukan kebijaksanaan Depkes tersebut di atas. Ahli gizi kenamaan, dr. Waluyo Soerjodibroto, berpendapat MSG sangat berbahaya bila tubuh kekurangan kalium - dikenal sebagai hipokalemi. Defisit kalium ini sering menyerang mereka yang terlampau banyak memakan makanan olahan, seperti kue, roti, dan bakmi. Bahayanya, menurut Waluyo, bila kadar natrium naik dalam darah akibat terlampau bar.vak mengkonsumsi MSG. "Natrium dan kalium ini bersifat seteru," ujar-Waluyo. Natrium yang terlampau banyak akhirnva mendesak kalium, sementara fungsi unsur ini sangat penting, yaitu membawa zat-zat makamn ke pusat saraf. Di dunia, bahaya MSG dikenal lewat chinese restaurant syndrome. Kumpulan geala aneh yang diduga berasal dari terlampau banyak mengkonsumsi makanan Cina ini diperkirakan dr. Robert H.M. Kwok lewat sebuah tulisan di News England Journal of Medicine tahun 1968. Pada artikel itu, Kwok menceritakan pengalamannya jajan di restoran Cina, dan sering merasakan sesak napas, mual, rasa terbakar, dan sejumlah gejala lain. Mungkin ia tergolong peka terhadap MSG, tapi artikelnya ternyata sangat berpengaruh. Sejak itu orang takut jajan di retoran Cina dan juga takut pada vetsin. Karena populernya sindrom warung cina, di tahun 70-an MSG mulai diteliti intensif di berbagai laboratorium didunia. Desember i983, semua hasil penelitian itu dibawa ke sebuah simposium internasional di Bangkok. Penelitian dengan binatang menunjukkan kanker pada tikus percobaan ditemukan setelah tikus disuntik dengan MSG sebanyak 42 gram/ kilogram berat badan - dosis sangat berlebihan. Namun, dengan intake biasa, kanker tidak terjadi. Untuk dicatat, konsumsi MSG yang paling umum pada manusia adalah 120 miligram/ kilogram berat badan. Penelitan dengan placebo (obat tiruan) menunjukkan gejala yang timbul akibat MSG lebih banyak disebabkan ketakutan psikologis. Ketika placebo dimasukkan ke saus tomat dan diberikan pada sukarelawan, 23,2% mengalami berbagai gejala - pusing, mual, rasa terbakar. Hanya 11,4% mengalami reaksi sama, setelah memakan saus tomat dengan IMSG sungguhan. Percobaan dengan kopi menunjukkan, kopi dengan placebo merr.bangkitkan reaksi pada 58,8% sukarelawan, sementara reaksi kopi dengan MSG sungguhan cuma 9,8%. Kesimpuian simposium, tidak ada bukti yang menunjukkan MSG berbahaya seperti pada sindrom warung Cina Tentu saja bila MSG dipakai dalam dosis umum. Walaupun begitu, tak dapat pula dikatakan MSG tidak berbahaya dan tak menimbulkan apa-apa. Sebab, pada laporan simposium diketahui, MSG meningkatkan konsentrasi glukosa dan menurunkan tekanan darah. Untuk membatasi jun.lah pemasukan MSG, dr. Waluyo menyarankan agar pada MSG dicampurkan garam, hingga bila terlampau banyak dibubuhkan pada masakan akan segera mempengaruhi rasa. Ide ini mungkin perlu dipertimbangkan pada program fortifikasi vitamin A Depkes. Selain tujuan menitipkan vitamin A tercapai, juga aman bagi tubuh. Jim Supangkat, Laporan Riya Sesana (Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus