Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Penulis Manneke Budiman menjadikan Dead Poets Society sebagai film favorit.
Guru Besar Ilmu Susastra UI ini mengadopsi cara mengajar Robin Williams di Dead Poets Society yang menuntut muridnya berpikir kritis lewat diskusi.
Manneke juga menyukai Senyap, Eksil, dan Badai Pasti Berlalu.
FILM selalu menjadi penghibur bagi Manneke Budiman, 59 tahun. Dari ribuan sinema yang telah dia tonton, Guru Besar Ilmu Susastra dan Kajian Budaya Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, ini punya judul favorit, yaitu Dead Poets Society. Manneke sedikitnya menonton film ini tiga kali. Dia pertama kali menontonnya di bioskop, lalu menikmatinya dua kali di rumah menggunakan video Betamax dan video compact disc atau VCD.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Manneke sedikitnya tiga kali menonton film tersebut. Pertama, di bioskop. Lalu, dua kali di perangkat pemutar video di rumahnya. Sinema drama karya Peter Weir pada 1989 ini menceritakan guru bahasa Inggris yang mendorong murid-muridnya jatuh cinta pada puisi. Bintang utamanya Robin Williams. “Ceritanya, dia membuat murid-muridnya punya pikiran lebih terbuka dan berwawasan budaya. Saya enggak pernah bisa lupa film itu,” kata Manneke kepada Tempo pada Sabtu, 14 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gaya mengajar John Keating—yang diperankan Williams—dalam Dead Poets Society diadopsi Manneke. Dia mengajak mahasiswanya terus mengasah pikiran lewat diskusi, bukan dengan kuliah satu arah.
Puisi berikut proses pembelajaran mereka kemudian ditempatkan di vlog atau blog. Hasilnya, di akhir kelas, setiap mahasiswa memiliki wadah untuk karya mereka. “Dibuka ke publik, tidak dikunci,” ucap Manneke.
Ketua Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual atau Satgas PPKS UI ini juga menempatkan Senyap dari Joshua Oppenheimer dan Eksil karya Lola Amaria sebagai film favorit. Selain memfavoritkan dua film dokumenter berlatar tragedi 1965 tersebut, Manneke menyukai Badai Pasti Berlalu besutan Teguh Karya pada 1977. “Saya merasa film Indonesia pada masa itu dibuat dengan sangat bagus. Baik sinematografi, lagu, maupun, tentu saja, para pemainnya,” ujar Manneke. ●
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo