Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PENULIS Henry Manampiring pernah diselamatkan oleh filsafat dalam salah satu fase hidupnya. Pada 2017, penulis buku laris Filosofi Teras ini didiagnosis mengalami depresi yang mengharuskannya minum obat dari psikiater.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di tengah menjalani pengobatan depresi, penulis yang juga ahli pemasaran ini menemukan buku filsafat berjudul How To Tell A Story. “Buku filsafat ini menarik sekali, kemudian saya dalami benar-benar sampai depresi saya sembuh dan tidak perlu mengkonsumsi obat lagi,” kata Henry kepada Tempo, Sabtu, 20 Juli 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sejak saat itu, pria yang lahir pada 1 Januari 1970 ini menjadikan filsafat sebagai obat. “Filsafat telah menyelamatkan hidup saya, sampai psikiater saya kagum. Dia bilang, ‘Wah, kamu pulihnya cepat sekali, rahasianya apa?’ Saya jawab, ‘Dok, saya ketemu dengan filsafat ini.’ Dia bilang, ‘Bagus, apa pun yang bisa membantu kamu pulih, itu baik sekali’,” ujar penulis yang telah menerbitkan banyak buku tersebut.
Henry kemudian terinspirasi untuk berbagi pengalaman hidupnya kepada orang lain. “Kalau filsafat bisa membantu masalah saya, mungkin hal itu juga bisa membantu orang lain,” tutur sarjana ekonomi dari Universitas Padjadjaran, Bandung, ini.
Ia pun mulai mencari buku-buku filsafat populer yang pada 2017 masih jarang ditemukan. Dari berbagai aliran filsafat, Henry tertarik mempelajari stoikisme. Ini salah satu aliran filsafat yang banyak mengajarkan pengendalian diri.
“Kebetulan saya cocoknya sama stoikisme. Ternyata pas saya menulis buku Filosofi Teras banyak yang related sama hidup pembaca,” katanya. “Sampai sekarang, saya masih dapat pesan dari para pembaca. Jadi saya pikir ada sesuatu yang powerful bagi banyak orang.”
Henry berharap, dalam kemasan yang lebih populer, filsafat juga bisa dipelajari anak-anak muda, termasuk generasi Z. Ia kerap menemukan anak muda yang menyalahkan orang lain atas masalah mental mereka.
“Dengan menyelami makna hidup lewat filsafat, kita bisa sampai pada pemikiran: sebelum menyalahkan yang lain, coba kita merenungkan diri sendiri dulu. Jadi awali dari memperbaiki diri sendiri sebelum nyalah-nyalahin yang lain. Itu spiritnya,” ucapnya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo