Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PELATIH Persebaya Surabaya, Aji Santoso, mengisi waktu luang selama rehat kompetisi sepak bola nasional dengan merawat burung kicau koleksinya. Dia memelihara burung jenis murai batu, cucak cungkok, cililin, red siskin, hingga blackthroat. Aji memiliki total 20 ekor burung.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Aji, hobinya memelihara burung cocok dengan filosofinya sebagai pelatih. "Sebagai pelatih saya merasa puas ketika mendapat pemain muda berkualitas. Sama halnya saat memperoleh burung berbakat bagus," ucap Aji, 50 tahun, saat dihubungi, Senin, 8 Maret lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berbekal informasi dari kolega atau para perawat burung koleksinya, ia sering ke pasar burung untuk mendapatkan bibit unggul. Aji punya trik untuk menemukan bibit burung berkualitas. Indikatornya, menurut dia, cukup dengan melihat kicauannya. "Jika si anak burung senang berkicau, sementara anakan lainnya masih belum, itu tanda-tanda burung ini punya potensi jadi burung master," ujar mantan pemain tim nasional itu.
Ketika menemukan burung incarannya, Aji tak segan merogoh kocek lebih dalam. Ia pernah membeli seekor murai batu seharga Rp 42 juta. Itu pun masih tergolong murah karena ada yang dibanderol seharga Rp 3 miliar. Untuk menguji kualitas kicauan burungnya, Aji berulang kali mengikuti lomba di Kota Malang. Mantan pelatih tim nasional U-23 ini mengadu seberapa gacor kicauan burungnya saat bersanding dengan burung yang lebih mahal. Burung piaraannya pernah menjadi juara pertama dan kedua.
Aji pun sangat teliti dalam memilih burung. Dia akan memastikan burung itu bukan hasil perburuan liar. "Burung kalau ada ring di kakinya, itu pasti hasil penangkaran," tutur Aji, menjelaskan cara mengenali burung kicau dari budi daya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo