Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
REVOLUSI digital sempat membuat sutradara John De Rantau, 48 tahun, mogok membuat film. Penyebabnya, format film berubah dari analog ke digital. "Saya ngambek, lima tahun enggak mau bikin film," katanya, Jumat dua pekan lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bagi John, yang lahir dari generasi analog, film mesti dibuat dengan rol 35 milimeter. Format digital buat dia hanya untuk membuat sinetron. Maka, setelah membuat Semesta Mendukung pada 2011, masa-masa terakhir film analog, ia memutuskan berhenti memproduksi film baru. "Film itu bagiku way of life. Aku tak mau merusak film. Makanya dikenal sebagai sutradara yang tak mau diatur," ujar peraih Piala Citra kategori skenario terbaik lewat film Denias, Senandung di Atas Awan pada Festival Film Indonesia 2006 ini. John juga menyutradarai film ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setelah lima tahun vakum, John baru berpikir ulang. Ia sadar dunia sudah berubah. Kalau menunggu zaman mundur kembali ke analog, bakal membuang-buang waktu. Akhirnya John mau kembali menjadi sutradara. Ia memproduksi film Wage pada 2017. Setelah film itu, ia berencana makin produktif. Tahun ini ia membuat Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi, adaptasi dari cerita pendek karya Seno Gumira Ajidarma. "Teman-teman bilang, minimal satu tahun satu filmlah," ujarnya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo