"SAYA telah menyampaikan dalam surat saya terdahulu bahwa saya
saat ini sudah berubah semangat sama-sekali. Dalam hati, saya
sudah menolak politik dan memohon anda mempercepat-pembebasan
saya dari penderitaan ini. Setiap jam dalam tahanan bagi saya
adalah hari yang panjang dari penderitaan yang berat.
Selanjutnya saya mengharap agar anda mempertimbangkan keadaan
jiwa saya dengan penuh belas, dan agar anda mempertimbangkan
janji saya sepenuhnya demi pembebasan saya secepatnya. Bagaimana
pun jika itu masih belum memuaskan anda, tunjukkanlah
keprihatinan anda terhadap penderitaan saya (untuk keadaan saya
yang begitu menderita) dengan memberitahukan persyaratan apa
yang harus saya penuhi untuk jaminan pembebasan. Saya siap untuk
menerima semua permintaan (tentang persyaratan).
Penderitaan saya, baik untuk diri saya sendiri maupun keluarga
dan ibu saya adalah begitu berat. Pengorbanan saya sudah terlalu
berat. Keadaan saya yang tak menentu sangat mengganggu syaraf
yang tak dapat sepenuhnya saya atasi. Saya sudah siap, jika anda
atau pemerintah mempertimbangkan itu mutlak perlu sebagai
persyaratan pembebasan saya. Untuk mencegah akibat dari
permohonan saya yang tetap rahasia itu saya setuju pemerintah
mempublikasikan pernyataan saya sebagai berikut:
Pemerintah telah menerima permohonan dari ir. Sukarno untuk
minta dibebaskan dari tahanan, dengan janji tidaklah
melakukan segala kegiatan politik lagi."
Di atas adalah sebagian dari isi surat yang konon ditulis
Sukarno 7 September 1933 ditujukan kepada Jaksa Agung Belanda --
yang disimpan dalam Laporan Surat Rahasia 1933/1276--dan dikutip
John Ingleson dalam bukunya Road to Exile, The
Indonesian-Nationalist Movement 1927-1934, terbitan Heinemann
Educational Books (Asia) Ltd. Singapura, 1979, untuk Asian
Studies Association of Australia.
Disebutkan dalam buku itu bahwa selama berada di penjara
Sukamiskin, dalan waktu satu bulan Sukarno menulis 4 buah surat
kepada Jaksa Agung dalam nada serupa -- tertanggal 30 Agustus
dan 7, 21 serta 28 September 1933. Benarkah?
Sukarno memang banyak mengalami penderitaan dalam mewujudkan
cita-cita, terutama bila mengingat ibunya. Dan sesudah
penderitaan yang dikisahkan itu, ia toh kembali berjuang -- dari
tanah pembuangan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini