TIDAK pernah ruangan begitu luber oleh pengunjung. Yang tidak
kebagian kursi, duduk di emper pun jadi. Banyak pula yang duduk
di atas rumput di tempat yang terlindung matahari. Bekas Perdana
Menteri Indonesia Mohamad Natsir, atas undangan Yayasan Idayu,
Sabtu pagi lalu memberikan oleh-oleh dari London berupa ceramah
yang berjudul Festival Dunia Islam Dalam Perspektif Sejarah.
Suara Natsir tenang, merdu, enak didengar dan penuh kata-kata
bernas, mengheningkan ruangan gedung Stovia (kini disebut Gedung
Kebangkitan Nasional). Di deretan depan tampak duduk Buya Hamka,
rekan-rekan Natsir seperti Dr. Bahder Djohan Dr. Abu Hanifah,
Mr. Kasman Singodimedjo, sementara Marzuki Arifin penulis buku
Malari, sibuk merekam semua pembicaraan dengan alat perekamnya
yang mewah, Nagra. Tampak pula di antara yang hadir orang-orang
berpakaian safari dengan gaya detektif.
Ceramah Natsir cukup lama, 40 halaman yang diucapkan sekitar 1,5
jam. Ketika suasana tanya jawab tiba, keadaan jadi sedikit
ricuh. Banyak yang pidato atau mengeluarkan uneg-uneg dari pada
sekedar bertanya. Darsyaf Rahman (bekas anggota redaki Mimbar
Indonesia, kemudian Pemimpin Umum Majalah Sastra) yang duduk
sebagai salah seorang pengurus Yayasan Idayu sering mengetukkan
meja dengan kerasnya. Natsir -- kini duduk sebagai Wakil
Presiden Kongres Islam se-Dunia -- ada berkata tentang generasi
muda. Disitirnya sebuah sindiran dari filsuf Islam Mohammad
Iqbal (tentang kesangsian Iqbal ada generasi penerus sebagai
"abdi Allah dan tentara Mohammad"): "Pelupuk matamu telah berat
menyambut cahaya subuh dengan takbir shalatmu". Suara tawon
terdengar dari antara yang hadir: mungkin karena yang hadir
banyak juga generasi tua -- yang memang biasanya memandang
generasi muda dengan dag dig-dug.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini