Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tokoh

Memberi ceramah

Mohamad natsir eks perdana menteri indonesia memberi ceramah di gedung kebangkitan nasional. ceramahnya berjudul festival dunia islam dalam perspektif sejarah, terdiri 40 halaman dibawakan 1,5 jam.

3 Juli 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TIDAK pernah ruangan begitu luber oleh pengunjung. Yang tidak kebagian kursi, duduk di emper pun jadi. Banyak pula yang duduk di atas rumput di tempat yang terlindung matahari. Bekas Perdana Menteri Indonesia Mohamad Natsir, atas undangan Yayasan Idayu, Sabtu pagi lalu memberikan oleh-oleh dari London berupa ceramah yang berjudul Festival Dunia Islam Dalam Perspektif Sejarah. Suara Natsir tenang, merdu, enak didengar dan penuh kata-kata bernas, mengheningkan ruangan gedung Stovia (kini disebut Gedung Kebangkitan Nasional). Di deretan depan tampak duduk Buya Hamka, rekan-rekan Natsir seperti Dr. Bahder Djohan Dr. Abu Hanifah, Mr. Kasman Singodimedjo, sementara Marzuki Arifin penulis buku Malari, sibuk merekam semua pembicaraan dengan alat perekamnya yang mewah, Nagra. Tampak pula di antara yang hadir orang-orang berpakaian safari dengan gaya detektif. Ceramah Natsir cukup lama, 40 halaman yang diucapkan sekitar 1,5 jam. Ketika suasana tanya jawab tiba, keadaan jadi sedikit ricuh. Banyak yang pidato atau mengeluarkan uneg-uneg dari pada sekedar bertanya. Darsyaf Rahman (bekas anggota redaki Mimbar Indonesia, kemudian Pemimpin Umum Majalah Sastra) yang duduk sebagai salah seorang pengurus Yayasan Idayu sering mengetukkan meja dengan kerasnya. Natsir -- kini duduk sebagai Wakil Presiden Kongres Islam se-Dunia -- ada berkata tentang generasi muda. Disitirnya sebuah sindiran dari filsuf Islam Mohammad Iqbal (tentang kesangsian Iqbal ada generasi penerus sebagai "abdi Allah dan tentara Mohammad"): "Pelupuk matamu telah berat menyambut cahaya subuh dengan takbir shalatmu". Suara tawon terdengar dari antara yang hadir: mungkin karena yang hadir banyak juga generasi tua -- yang memang biasanya memandang generasi muda dengan dag dig-dug.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus