Mendampingi suku asmat

IRIAN tak harus identik dengan koteka. "Selongsong" tradisional di bagian "anu" itu tak akan dipakai oleh 30 penari suku Asmat dan Dani dalam Festival Kebudayaan Irian di New York dan empat kota besar AS lainnya -- bagian dari KIAS -- mulai pekan ini. Penari memakai celana pendek. "Pakaian bisa berubah, sedang seninya tidak," ujar Sardono W. Kusumo, 46 tahun, yang akan mendampingi rombongan ini ke Amerika. Lagi pula, kata Sardono, orang pakai koteka di panggung malah terlihat "norak", seperti telanjang bulat. Padahal, seni musik suku Dani itu luar biasa dan tidak "norak". Selama dua tahun mengamati suku Dani dan Asmat di Dataran Tinggi Baliem, wong Solo ini sudah bisa memahami di mana letak nilai seni mereka. Mereka membuat musik dengan suara yang diperoleh dengan cara menggerakkan seluruh anggota tubuh. "Sangat unik. Untuk menghasilkan suara yang harmoni, mereka harus mengatur otot-otot," ujar Sardono. Untuk menghasilkan satu rangkaian tari, yang panjangnya satu jam lima belas menit, Sardono melakukan editing yang ketat berbulan-bulan. Editing dilakukan hati-hati karena sulit memahami tari itu. "Saya kan belum pernah pakai koteka. Mungkin perlu agar lebih cepat memahami tarian itu."