ELVIANUS Katoppo, 76 tahun, salah seorang pelopor pembaharuan
ejaan bahasa Indonesia, 19 Januari lalu meninggal dunia di
Jakarta. Sehari-hari, menjelang akhir hayatnya, mendiang memang
lebih dikenal sebagai tokoh gereja Indonesia bahagian barat.
Namun lebih dari itu semasa hidupnya, di Minahasa tahun 1946
ia merupakan tokoh perlawanan rakyat terhadap Belanda. Sejak
menyelesaikan pendidikan di Kweekschool Ambon (1919) ia bekerja
di lingkungan pendidikan. Kemudian tercatat pengalamannya di
pelbagai sekolah Kristen di Manado, Klaten dan Jakarta. Sempat
memangku jabatan Menteri Pengajaran Negara Indonesia Timur
('47-'49). Lalu paling akhir sebagai pegawai tinggi Kementerian
P & K hingga pensiun tahun 1958. Sedangkan tahun 1950 almarhum
menjabat anggota kemudian Penjabatetua Dewan Kurator UKI di
Jakarta, dan mulai 1964 hingga akhir hayatnya adalah Ketua
Dewan Kurator Sekolah Tinggi Theologia Jakarta.
Menjelang hari-hari terakhirnya Elvianus Katoppo masih terlibat
dalam sebuah penulisan sejarah Minahasa, yang apa boleh buat
belum sempat rampung. Tapi menurut isterinya: "Penulisan itu
masih akan dilanjutkan oleh Yetty". Puteri bungsu (seluruhnya
ada 9 anak) ini, memakai nama Marianne baru saja beroleh hadiah
DKJ untuk sayembara novel, dan duduk di tingkat VI STT.
Sebelumnya, almarhum juga telah merampungkan sejumlah penulisan
sejarah, seperti perjuangan Pembebasan Irian Barat, tentang
Pahlawan Nuku -- yaitu mengenai perlawanan seorang Sultan Tidore
terhadap Belanda. Dan banyak lagi seri tulisannya di pelbagai
koran dan majalah. Bakat, minat dan karakternya turun pada
sebagian anaknya, yang ia didik di rumah sendiri, tanpa pembantu
rumah tangga. Seperti diketahui, dua dari anaknya merupakan
wartawan koran Sinar Harapan di Jakarta, yaitu Aristides dan
Yossi Katoppo.
Beberapa hari sebelum ia meninggal ia sudah menyiapkan diri
untuk akhir yang membawanya ke sorga itu. Ia membaca Tirnotius
pasal 4 ayat 7: "Aku telah mengakhiri pertandingan yang
baik...."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini