PENYAIR Rendra, 50, DJ yang "berumah di atas angin", Minggu malam lalu menjejakkan kaki di Pasar Seni Ancol, Jakarta. Sekitar 5.000 pengunjung dipukaunya dengan tujuh sajaknya yang terbaru - di antaranya Di antara Pilar-Pilar sajak khusus yang dipersembahkannya untuk ibunya yang meninggal dunia bulan lalu. "Saya happy," kata Rendra seusai pembacaan sajak. Ia didaulat oleh sekelompok mahasiswa Jakarta, yang menamakan dirinya Mapussy, setelah memperoleh izin dari Laksusda Jaya. "Rendra memperoleh bayaran Rp 150.000 dan puisinya tak ada yang disensor," pengakuan seorang panitia. Pemunculan pertama di pentas terbuka, sejak tak boleh tampil di panggung, Mei 1978, Rendra mengaku, sebagai penulis, dia tetap berkarya, dan tidak merasa frustrasi. "Kalau sekarang tak bisa dipublikasikan, suatu saat nanti pasti bisa," katanya. Sebagai dramawan? Larangan mementaskan pertunjukan memang membuatnya frustrasi. "Sekarang tak boleh main. Sepuluh tahun lagi, dibolehkan, tapi 'kan casting tak cocok lagi, kondisi fisik Juga menurun. Ini yang terutama membuat saya frustrasi," kata penyair yang kini bekerja di sebuah perusahaan di Jakarta ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini