SULIT ditemukan orang seberuntung Sutiko dan Sutikno. Coba, dua kakak beradik ini terbukti membunuh di rumah A. Wenas, pimpinan klub sepak bola Niac Mitra, di Surabaya. Pengadilan, kemudian, menghukum Sutiko 5 tahun 6 bulan dan Sutikno 2 tahun 6 bulan penjara, tapi kini keduanya bebas di luar tembok penjara. "Tak ada permainan. Pengadilan berjalan bersih," kata Djawara, S.H., pembela kedua terdakwa, gembira. Mungkin dia betul. Ternyata, ketidakberesan terjadi di luar sidang pengadilan, yaitu semrawutnya administrasi. Hal yang selama ini merupakan salah satu sebab mengapa Menteri Kehakiman Ismail Saleh melakukan sidak alias inspeksi mendadak di banyak pengadilan negeri. Kasus ini bermula dari perbedaan pendapat antara hakim dan jaksa di Pengadilan Negeri Surabaya. Sungkono, sang jaksa, menuduh kedua terdakwa sengaja melakukan pembunuhan untuk memudahkan mereka mencuri di rumah korbannya. Sekira pukul 22.30, Januari tahun lalu, Sutiko dan Sutikno berhasil memasuki rumah Wenas, pengusaha terkenal dari Surabaya itu. Belum lagi mereka sempat menggondol barang apa pun, Suratmin, tukang kebun di rumah itu berhasil memergoki dan segera berteriak minta tolong. Ketika itulah, Sutiko menghabisi nyawa Suratmin dengan 19 tikaman pisau. Kedua tamu ini berhasil kabur setelah lebih dulu melukai punggung Parno pembantu rumah yang sama. Belakangan mereka tertangkap juga oleh polisi. "Buat apa mereka sampai membunuh kalau tidak dalam usaha melancarkan usaha pencurian?" tuduh Sungkono. Jaksa ini lalu menuntut Sutiko 10 tahun dan Sutikno 7 tahun penjara. Ternyata, majelis hakim menilai tuduhan jaksa itu - membunuh untuk memudahkan pencurian - tidak terbukti meskipun hakim membenarkan tusukan pisau Sutiko itulah yang membawa kematian Suratmin. Lalu hukuman yang dijatuhkan hakim, seperti yang sudah disebutkan di awal cerita, memang jauh lebih ringan dari yang dikehendaki jaksa. Tak pelak lagi, hari itu juga, 22 September 1984, Jaksa Sungkono menyatakan naik banding. Entah apa yang sudah terjadi di pengadilan ini, karena ternyata berkas permohonan banding jaksa baru disampaikan ke pengadilan tinggi, yang terletak di kota yang sama, setelah 5 bulan kemudian, yaitu awal Februari 1985. Keterlambatan inilah yang membawa berkah untuk Sutiko dan Sutikno. Yang jadi soal di sini adalah tentang hak menahan terdakwa, yang menurut KUHAP pasal 27 ayat I dan 2, hanya boleh dilakukan oleh pengadilan tinggi maksimal 90 hari (itu pun setelah melalui perpanjangan penahanan). Dihitung sejak jaksa menyatakan banding, yang berarti hak menahan kedua terdakwa ada pada pengadilan tinggi, masa 90 hari itu sudah berakhir Desember 1984. Akhirnya, karena hak menahan sudah habis sedangkan berkas tak juga datang, 3 Januari yang lalu pengadilan tinggi memerintahkan Sutiko dan Sutikno dilepaskan dari rumah penjara Kalisosok, Surabaya. Itu pun, seperti dikatakan Pembela Djawara, "Sudah merupakan pelanggaran terhadap KUHAP." Sebab, berdasarkan ketentuan KUHAP tadi ternyata penahanan terhadap kedua kliennya sempat berlebih 14 hari. Di mana tersangkutnya berkas banding itu belum jelas. Konon, Hakim Yahya Wijaya menuduh panitera pengadilan baru selesai mengetik berkas bandmg Januari yang lalu. Tapi sebuah sumber TEMPO mengatakan bahwa keterlambatan karena hakim tak mau menandatangani berkas. Sayang, cerita ini tak bisa dikonfirmasikan pada pihak yang bersangkutan. "Tanya saja Humas," kata Yahya Wijaya, ketua majelis. Monang Siringo-ringo, juru bicara pengadilan Surabaya, pun tak bisa bicara jelas. Dia hanya mengatakan, menurut KUHAP pasal 236 ayat 1, berkas banding paling lambat 14 hari setelah permintaan banding harus disampaikan ke pengadilan tinggi. Kenapa yang mi bisa sampai lima bulan? Menurut Monang, kasusnya sedang ditangani ketua Pengadilan Negeri Surabaya, Soejoedi. Apa bentuk hukuman dan siapa yang akan dihukum karena kelalaian ini? "Itu rahasia negara," kata Monang. Yang jadi repot justru keluarga A. Wenas. Seorang anak buah pengusaha terkenal dari Surabaya itu mengadu ke pengadilan karena diancam oleh Sutiko dan Sutikno, yang baru lepas dari Kalisosok itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini