Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Nirina, 39 tahun, punya kebiasaan mendatangi rumah sakit setelah menerima penghargaan, seperti piala untuk pemeran utama wanita terbaik atau pembawa acara terpilih. Juga ketika merayakan ulang tahun pernikahannya dengan Ernest Fardiyan Syarif, gitaris grup musik Cokelat. “Saat lagi seneng banget, kami juga harus ingat di saat yang sama ada orang yang lagi susah,” ujarnya di Jakarta, Ahad, 18 Agustus lalu.
Bersama Ernest, Nirina akan berdiam menyaksikan para pasien dan orang yang menemani di instalasi gawat darurat (IGD) atau unit perawatan intensif untuk bayi yang baru lahir. Jika menemukan ada keluarga yang tak sanggup membayar tagihan, mereka akan menggalang bantuan. “Saya ajak teman-teman berdonasi,” ucap Pemeran Utama Wanita Terbaik dalam Indonesian Movie Actors Awards 2019 lewat film Keluarga Cemara tersebut.
Nongkrong di rumah sakit pun ia lakukan ketika sedang bersedih atau merasa jatuh. Dengan melihat kondisi pasien, Nirina kembali bersyukur dan merasa dikuatkan.
Kebiasaan Nirina berkunjung ke rumah sakit bermula setelah kedua orang tuanya mengalami kecelakaan pada 2002 dan dilarikan ke IGD. Saat menjaga ayah dan ibunya, ia menyaksikan kesibukan di ruangan tersebut. Ada pasien yang kemudian dipindahkan ke ruang perawatan, ada pula yang dibawa ke kamar jenazah. Saat itu ayah dan ibunya dibawa ke ruang perawatan. “Semenjak itu, kalau lagi perlu penguatan, nongkrong di IGD dua jam saja. Akhirnya jadi kebiasaan,” katanya.
Hanung Bramantyo. TEMPO/Gunawan Wicaksono
Dongeng Pocong
SUTRADARA Hanung Bramantyo punya kebiasaan tak lumrah di rumah. Ia suka mendongeng untuk anak-anaknya dengan cerita tak biasa. “Ceritanya tentang pocong,” kata Hanung di kantor Tempo, Palmerah, Jakarta, Senin, 12 Agustus lalu.
Bukan pocong seram seperti yang dikisahkan dalam film atau cerita horor, melainkan pocong lucu yang bersahabat dengan anak-anak yang didongengkan Hanung, 43 tahun. Misalnya pocong itu menjadi teman Elsa, Anna, dan Olaf, yang merupakan para tokoh dalam film Frozen. “Namanya Pocil, pocong kecil,” ujar sutradara film Bumi Manusia itu.
Hanung membuat karakter Pocil lantaran emoh anak-anaknya takut pada pocong seperti istrinya, Zaskia Adya Mecca. Saat ayah Hanung meninggal beberapa tahun lalu, Zaskia tak mau melihat jasad sang mertua yang sudah dibungkus kain kafan. Hanung ingin anak-anaknya, terutama yang laki-laki, tak segan berurusan dengan pocong karena merekalah yang akan memasukkan jasadnya ke liang lahad jika ia meninggal.
Karena terbiasa mendengarkan cerita pocong dalam versi lucu, anak kedua Hanung dan Zaskia, Kala Madali Bramantyo, 5 tahun, jadi tergila-gila pada karakter tersebut. Kala suka melukis wajahnya seperti karakter setan dalam film-film. Jika ada tugas bercerita di depan kelas, Kala pun memilih berkisah tentang Pocil. “Dia minta dibikinkan pocong kecil untuk memperagakan, ha-ha-ha…,” tutur Hanung.
Randy Danistha. TEMPO/Muhammad Hidayat
Berkat Kumis
RANDY Danistha, 34 tahun, mendapat kesempatan memerankan Indro dalam Warkop DKI Reborn Part 3—tayang September 2019. Pemain keyboard grup musik Nidji itu semula menumbuhkan kumis untuk mengubah penampilannya buat proyek musik bersama adiknya. Suatu saat, ketika sedang mengobrol dengan produser eksekutif Falcon Pictures, H.B. Naveen, Randy iseng memperlihatkan fotonya dengan kumis baplang. “Pak, butuh karakter film yang pakai kumis gini?” Randy menirukan ucapannya kepada Naveen itu, Senin, 12 Agustus lalu.
Tak disangka, beberapa waktu kemudian Falcon Pictures menawarinya bermain film Warkop DKI Reborn karena pemeran trio Warkop DKI dalam dua film sebelumnya diganti. “Alhamdulillah hasil casting-nya memuaskan.” Randy menggantikan Tora Sudiro untuk memerankan Indro.
Randy lantas melahap habis film-film Warkop DKI untuk mempelajari sosok Indro, termasuk logat Jawa ngapak yang kerap digunakan komedian bernama asli Indrodjojo Kusumonegoro itu. Ia juga meniru semua hal yang dilakukan Indro, dari gestur, cara bicara, sampai cara merespons lawakan. Ia menemukan banyak kesamaan dengan Indro, di antaranya sama-sama suka nasi cumi dan jail.
Randy merasa upayanya berhasil saat Indro memanggilnya “Ndro”. Hal serupa terjadi saat ia berkumpul dengan personel Nidji atau dipanggil “Indro” ketika berada di tempat umum. “Ketemu orang enggak dikenal lalu dipanggil ‘Indro’. Gile lu Ndro, itu pengalaman yang enggak bisa dibeli pakai uang. Selama ada kumis ini, image Indro bakal nempel terus.”
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo