LALA "Great" We are so proud of you, knowing that your book
will be published very soon. Congratulations. Today is your
birthday. Happy Birthday. May God Bless You and the Family.
Tulisan tersebut muncul di halaman iklan Harian Kompas 22
Desember lalu. Di bawahnya tertera nama: August Parengkuan. Di
atasnya gambar kulit buku "Dalam Wajah-Wajah Cinta" karangan La
Rose.
Pendeknya, August Parengkuan, wartawan surat kabar itu,
mengucapkan selamat atas terbitnya itu buku dan hari ulang tahun
pengarangnya, La Rose. Mengapa La Rose disebut "Lala 'The
Great'" oleh pemujanya yang masih bujangan lagi tampan itu,
entahlah. La Rose (ini bukan orang asing, meskipun iklan itu
berbahasa Inggeris) di Hari Ibu tersebut genap berusia 43 tahun
-- menurut pengakuannya sendiri. Wanita ini dikenal rajin
menulis di pelbagai koran dan majalah dan biasanya tentang
laporan perjalanan, karena ia memang sering bepergian ke
mancanegara. Buku tadi merupakan bukunya yang pertama terbit,
setelah ceritanya muncul bersambung di majalah Kartini Tebalnya
600 halaman. Untuk 10 ribu eksemplar penerbitan pertama ini ia
sudah beroleh uang muka sebesar Rp 400 ribu. "Begitu mulai
beredar, kekurangannya akan dibayar", tutur La Rose, "tapi
jumlahnya saya belum tahu". Yang penting baginya tentu bukan
uang itu, sebab ia termasuk kelas yang bisa bepergian ke luar
negeri dengan ongkos sendiri. "Menulis itu bagi saya sama
dengan makan", begitu pernyataannya. Untuk kebutuhan itu, di
rumahnya lantas tak melulu ada ruang makan, tapi juga kamar
tulis yang tersendiri. Di situ ada juga tempat tidur, dan di
ujungnya ada rak yang tersusun penuh buku. Di sampingnya ada
sebuah meja yang jadi satu dengan rak tersebut. Lalu sebuah
cermin. Kemudian sebuah mesin tik besar di depan cermin itu.
Sehingga tiap kali menghadapi mesin tik, praktis ia juga
berkaca. Lalu apa yang dirasanya pada usia sekarang? "Justru
saya merasakan ketenangan", ujar nenek dari dua cucu ini.
Menurut La Rose nama aslinya Jeanny Laloan -- "sebab pada usia
saya sekarang pandangan orang sudah lain". Maksudnya, "orang
tidak lagi melihat bibir saya, kaki saya atau bentuk tubuh. Tapi
orang lebih suka membaca tulisan saya". Untuk menunjang
keyakinannya itu ia tak kepalang tanggung mengingatkan dirinya.
Di kamar mandi, misalnya. Ada sebuah papan untuk menulis apa
yang harus dikerjakannya hari ini. Meski begitu toh ia merasa
baru 5% kebutuhan menulisnya terpenuhi. Selebihnya, "habis buat
mengurus rumah tangga". Suaminya, Haji Ario Damar
Sosrodanukusumo adalah seorang pengusaha, nampaknya suka cita
merangsang kegiatan isterinya sebagai penulis.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini